![]() |
Foto: Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020 |
Rd. Jayaperbata adalah cicit dari Bupati Cianjur Dalem Enoh/ Rd. Adipati Wira Tanu Datar VI. Dalam diktat berjudul “ Riwayat Ringkas Ngawitan Nyebarna Penca Cikalong” karya Abdur Rauf, SH menjelaskan silsilah Rd. Jayaperbata hingga Dalem Enoh sbb : Raden Jayaperbata bin Aom Raja / Rd. Raja Direja bin Aria Cikalong / Rd. Aria Wiranagara bin Rd. Adipati Wira Tanu VI / Dalem Enoh.
Dalam diktat berbahasa Sunda tersebut kemudian menjelaskan bahwa Rd. Jayaperbata dilahirkan pada tahun 1816 dan meninggal pada tahun 1906 pada umur 90 tahun. Setelah menunaikan ibadah haji Rd. Jayaperbata lebih dikenal dengan nama Rd. Haji Ibrahim atau Eyang Haji.
Bentuk fisik Rd. Haji Ibrahim adalah tidak begitu tinggi, dadanya bidang, jarinya tangan panjang-panjang, dengan jidat yang tidak begitu lebar. Pencipta silat Cikalong ini berwatak keras dan pemberani, bila ada pendekar lain ingin menjajal kesaktiannya, ia tidak pernah mewakilkan kepada murid- muridnya, namun langsung dihadapi sendiri.
Dalam menghadapi musuh, Rd. Haji Ibrahim tidak pernah sedikitpun memberikan ruang gerak kepada musuhnya, selamanya ia hadapi dengan serangan yang penuh perhitungan. Eyang Haji juga cakap dalam memainkan berbagai senjata tajam, terutama golok jenis gobang yang sangat dikuasainya. Eyang Haji memiliki gobang kesayangan yang dinamainya “ Salam Nunggal” yang dihiasai gading gadah sebagai “perah” nya.
Sedikitnya 17 orang guru dari berbagai perguruan bela diri pernah mengajarinya, namun yang sering diceritakan terdapat empat tokoh silat yakni Rd. Ateng Alimudin, Abang Maruf, Abang Madi, dan Abang Kari. Rd. Ateng Alimudin adalah kakak ipar Haji Ibrahim karena menikahi Nyi Rd. Khodijah kakak Rd. Ibrahim. Rd. Ateng Alimudin adalah keturunan ningrat Jatinegara Tanggerang, dan saat itu tinggal di Kampung Baru Jatinegara Jakarta. Rd. Ateng Alimudin adalah pejabat yang bertanggung jawab masalahkeamanan.
Seusai berguru kepada Rd. Ateng Alimudin, Rd. Ibrahim berguru pula kepada tokoh-tokoh silat Betawi lainnya seperti Bang Ma Ruf tokoh pendekar dari Kampung Karet Tanah Abang Jakarta yang terkenal. Postur tubuh Bang Maruf itu pendek berisi, bila sedang bertarung ibarat sosok licin yang sulit disentuh musuhnya, malah Raden Rajadiraja ayah Raden Ibrahim melukiskannya sebagai berikut :
Abang Maruf teh buleudna lir iabarat kupa hideung, salirana hese diantelan ku leungeun musuh, ditempel-meupeuh, najong-kajadianana musuh loba anu cilaka. ( Abang Makruf, badannya seperti buah kupa hitam dan licin. Musuh tidak ada yang berhasil menyentuh badannya karena gerakannya, yang ada adalah musuh banyak luka dan tak berdaya menghadapi Bang Makruf).
Bang Maruf inilah guru kedua Rd. Jayaperbata / Rd. Ibrahim. Guru Rd. Ibrahim selanjutnya adalah Abang Madi warga Gang Tengah. Tidak ada yang mengetahui bahwa Abang Madi adalah ahli dalam ilmu silat, karena sehari- harinya adalah merawat kuda khusus membuatkan sepatu kuda. Pertemuan Rd. Ibrahim dan gurunya ini secara tidak sengaja, suatu ketika Rd. Ibrahim membawa kuda-kuda dari daerah Jampang Cianjur untuk dijual di Jakarta. Biasanya hasil menjual kuda, ia belikan lagi kuda- kuda Eropa atau kuda dari pulau lain apkiran Belanda untuk dibawa ke Cianjur.
Dari beberapa kuda yang dibelinya, salah satunya galak dan tidak ada satupun yang sanggup membuatkan sepatunya. Abang Madi menyanggupi untuk menenangkan kuda galak itu dan membuatkannya sepatu kuda. Namun, saat Bang Madi berniat memeriksa hasil kerjanya dari arah belakang kuda, tidak diduga sebelumnya kuda tersebut menendang kaki belakannya kearah muka Bang Madi. Kejadian cepat tersebut berakhir dengan patahnya kaki kuda karena secepat kilat Bang Madi menagkap kaki kuda tersebut dan melumpuhkannya.
Kejadian itu disaksikan langsung Rd. Ibrahim, kecepatan gerakannya membuat Rd. Ibrahim kagum dan ternyata Bang Madi seorang ahli silat Betawi juga namun merahasiakannya. Kepada Rd. Ibrahim Bang Madi akhirnya menurunkan ilmunya, Bang Madi inilah guru ketiga Rd. Ibrahim.
Guru keempat Rd. Ibrahim adalah Abang Kari tokoh terkenal dari kampung Benteng Tangerang. Sosok tinggi besar ini, bila sedang bertarung selalu menyerang musuhnya dengan pukulan-pukulan dan tendangan yang tidak memberikan ruang kepada musuhnya. Ketika ia menyampaikan niatnya untuk berguru silat kepada Abang Kari semula tidak diterimanya, namun setelah mengungkapkan bahwa niatnya berguru bukan untuk menjadi sombong dan takabur, dan juga ia niat bergurunya juga karena dirujuk untuk berguru kepada Bang Kari oleh Rd. Ateng Alimudin dan Bang Madi maka Bang Kari akhirnya menerima sebagai murid.
Bang Kari lalu menyuruhnya untuk puasa / shaum, dalam buku ini tidak diceritakan berapa hari Bang Kari menyuruh puasa Rd. Ibrahim. Namun kemudian dikisahkan setelah berpuasa, malamnya pada malam jumat Rd. Ibrahim “diijazah” atau diresmikan sebagai murid, Rd. Ibrahim diminta untuk duduk diatas hamparan kain kafan, dan menghadap kiblat, berhadap hadapan dengan Bang Kari gurunya “ Coba Tuang Raden, Abang ingin pegang tangan Tuan Raden, “ ujar Bang Kari. “ Abang kakarek manggih leungeun nu loba maksudna kajaba panangan Raden” ujar Bang Kari. Ketika menjadi murid Bang Kari umur Rd. Ibrahim tepat 40 tahun. Abang Kari inilah guru silat ke empat Rd. Ibrahim.
Setelah berguru kebeberapa ahli silat terkemuka, Rd. Haji Ibrahim mengadakan perenungan dengan mendekatkan diri kepada Alloh SWT disebuah gua didaerah Cikalong yang disebut guha Jelebud. Didalam gua itu ia selain berpuasa sunat dan beribadah lainnya, Rd. Haji Ibrahim memilah milah jurus- jurus silat yang berbahaya dan mematikan, Rd. Haji Ibrahim akhirnya menemukan jurus-jurus penca / Maen Po Cikalong yang menurutnya tidak mematikan nyawa musuh akan tetapi cukup dengan membuat musuh tidak berdaya.
Secara singkat riwayat berguru Rd. Ibrahim adalah sebagai berikut :
Pertama Rd. Haji Ibrahim berguru kepada Rd. Ateng Alimudin, oleh Rd. Ateng Alimudin selain diajari silat, juga diajak berjualan kuda apkiran Belanda. Setelah dianggap berhasil berguru silat, oleh Rd. Ateng Alimudin, Rd. Haji Ibrahim kemudian dituduhkan untuk berguru kepada Bang Maruf dari Kampung Tanah Abang, Jakarta. Setelah itu ia berguru kepada Bang Madi, malah Bang Madi pernah dibawa ke Cikalong untuk menetap dan menurunkan ilmu silatnya hingga tuntas. Dari gurunya ini ia kemudian dituduhkan untuk melanjutkan berguru kepada Bang Kari dari Kampung Benteng Tangerang. Dan setelah ia merasa siap, Rd. Haji Ibrahim lalu mengajarkan Maen Po Cikalong, atau Ameng Cikalong kepada saudara- saudaranya yang terdekat dan secara rahasia. Namun, sesuai perkembangan jaman, silat Cikalong lambat laun kemudian berkembang menjadi ciri khas Cianjur hingga ke manca negara hingga sekarang.
![]() |
(Makam Rd. Haji Ibrahim Jayaperbata pencipta silat Cikalong, dikomplek Makam Dalem Cikundul di Kp. Majalaya Desa Cijagang Kec. Cikalong Kulon Kab. Cianjur. Dok Pribadi) |
Sumber:
Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020
Penyusun:
R. Luki Muharam, SST
Editor :
R. Pepet Djohar
Dr. Dadang Ahmad Fajar,
M.Ag Memet Muhammad Thohir