Dalam pernyataannya, Dedi menegaskan bahwa perusahaan sudah memiliki kewajiban membayar pajak, sehingga tidak boleh lagi dibebani pungutan tambahan.
"Menjelang Idul Fitri ini, saya tidak mau ada surat yang dibuat oleh desa, dibuat oleh siapapun, datang ke pabrik-pabrik minta THR. Kenapa? Perusahaan sudah bayar pajak. Jangan dipajakin lagi," tegas Dedi dalam video tersebut.
Lebih lanjut, Dedi menyoroti pengelolaan pajak yang dinilainya masih belum optimal untuk kepentingan masyarakat. Ia mengkritik kebiasaan birokrasi yang lebih banyak menghabiskan anggaran untuk perjalanan dinas, pembelian seragam, dan rapat-rapat daripada digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
"Kita ini malu sebagai penyelenggara negara. Perusahaan sudah bayar pajak. Pajaknya tidak kita belanjakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, malah dihabiskan oleh birokrasi untuk perjalanan dinas, beli baju, kumpul-kumpul rapat-rapat," ujarnya.
Dedi pun menegaskan komitmennya dalam menjalankan kebijakan efisiensi anggaran, dengan memastikan bahwa pajak yang dibayarkan oleh perusahaan akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung industri.
"Maka ini inpres yang dijalankan oleh saya, yang melahirkan efisiensi itu sesungguhnya adalah saya ingin menjawab, pajak yang perusahaan bayar akan saya bayar dalam infrastruktur yang baik bagi kepentingan dunia industri," pungkasnya.
Pernyataan ini pun mendapat beragam respons dari masyarakat dan pelaku industri di Jawa Barat. Banyak pihak yang mendukung langkah Dedi dalam menjaga agar dunia usaha tidak terbebani pungutan tambahan di luar kewajibannya. Namun, di sisi lain, ada juga yang menyoroti efektivitas realisasi kebijakan tersebut dalam praktiknya.
Dengan larangan ini, diharapkan tidak ada lagi pungutan liar yang membebani dunia usaha, sehingga iklim industri di Jawa Barat tetap kondusif menjelang Idul Fitri 2025.