Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa utang tersebut merupakan kewajiban Pemprov Jabar terhadap pemerintah kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Ia menyatakan keheranannya mengapa dalam kondisi fiskal yang sehat, Pemprov justru lebih mengutamakan alokasi dana hibah ketimbang melunasi kewajiban mendasar seperti layanan kesehatan.
"Pemprov Jabar ternyata punya tunggakan hutang BPJS Rp300 miliar terhadap kabupaten/kota. Nah itu terjadi di tahun anggaran sebelum saya pimpin. Makanya tadi saya komplain ke teman-teman Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, kenapa sih dulu ketika kita punya uang fiskal yang sangat cukup, lebih banyak hibah dibanding bayar kewajiban pemerintah ke BPJS? Kan ini rawan. Kalau kabupatennya tidak bayar, itu bisa stop pelayanannya," tegas Kang Dedi dalam keterangan persnya, Minggu (15/6/2025).
Tak hanya soal tunggakan BPJS, Dedi juga menyinggung beban anggaran tahunan lain yang diwarisinya dari era RK, yakni biaya operasional Bandara Kertajati sebesar Rp60 miliar per tahun. Bandara yang hingga kini belum menunjukkan performa optimal itu dinilai terus merugi dan menjadi beban tambahan dalam struktur APBD.
“Salah satu beban APBD yang diwariskan RK ke saya adalah biaya operasional Bandara Kertajati senilai Rp60 miliar per tahun, padahal bandara itu terus-menerus merugi. Sementara alokasi anggaran BPJS yang jelas-jelas untuk kesehatan warga Jabar malah menunggak,” kata Dedi.
Menanggapi kondisi ini, Dedi Mulyadi berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pos-pos pengeluaran APBD, terutama dalam sektor hibah yang dinilai tidak tepat sasaran.
“Kita akan evaluasi kembali belanja hibah Pemprov. Jangan sampai uang rakyat dipakai untuk hal-hal yang tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Kesehatan harus jadi prioritas,” tandasnya.
Pernyataan ini menjadi sinyal awal dari komitmen Dedi Mulyadi dalam membenahi tata kelola anggaran di Jawa Barat, dengan menitikberatkan pada pelayanan dasar masyarakat, terutama di sektor kesehatan.
Tak hanya soal tunggakan BPJS, Dedi juga menyinggung beban anggaran tahunan lain yang diwarisinya dari era RK, yakni biaya operasional Bandara Kertajati sebesar Rp60 miliar per tahun. Bandara yang hingga kini belum menunjukkan performa optimal itu dinilai terus merugi dan menjadi beban tambahan dalam struktur APBD.
“Salah satu beban APBD yang diwariskan RK ke saya adalah biaya operasional Bandara Kertajati senilai Rp60 miliar per tahun, padahal bandara itu terus-menerus merugi. Sementara alokasi anggaran BPJS yang jelas-jelas untuk kesehatan warga Jabar malah menunggak,” kata Dedi.
Menanggapi kondisi ini, Dedi Mulyadi berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pos-pos pengeluaran APBD, terutama dalam sektor hibah yang dinilai tidak tepat sasaran.
“Kita akan evaluasi kembali belanja hibah Pemprov. Jangan sampai uang rakyat dipakai untuk hal-hal yang tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Kesehatan harus jadi prioritas,” tandasnya.
Pernyataan ini menjadi sinyal awal dari komitmen Dedi Mulyadi dalam membenahi tata kelola anggaran di Jawa Barat, dengan menitikberatkan pada pelayanan dasar masyarakat, terutama di sektor kesehatan.