![]() |
Foto: ilustrasi anak sekolah masuk sekolah pukul 06.30 wib |
Berdasarkan informasi dari akun resmi Dinas Pendidikan Jawa Barat, kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang hari sekolah. Tujuannya adalah mendukung pembentukan karakter generasi muda dengan nilai-nilai Panca Waluya: Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (cerdas), dan Singer (terampil).
“Perlu diatur jam belajar efektif yang mengoptimalkan kemampuan menyerap pembelajaran di pagi hari disesuaikan dengan potensi usia peserta didik,” demikian bunyi kutipan dalam surat edaran tersebut.
Kebijakan ini akan mulai diterapkan pada tahun ajaran baru 2025/2026, yang dimulai pada Juli mendatang. Aturan ini berlaku bagi seluruh jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA di seluruh wilayah Jawa Barat.
Selain mengatur jam masuk sekolah, surat edaran tersebut juga mengatur pemanfaatan waktu di luar jam sekolah. Setelah pulang sekolah hingga pukul 17.30 WIB, siswa dianjurkan mengikuti kegiatan sosial, membantu orangtua, atau mengembangkan minat dan bakat. Sementara itu, dari pukul 18.00 hingga 21.00 WIB, siswa diimbau memanfaatkan waktunya untuk kegiatan keagamaan, belajar di rumah, serta aktivitas positif lainnya. Untuk hari Sabtu dan Minggu, Gubernur Jawa Barat mendorong agar waktu digunakan untuk pendidikan berbasis keluarga atau kegiatan ekstrakurikuler yang diketahui oleh orangtua atau wali.
Namun, kebijakan ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat, khususnya para orangtua siswa di Kabupaten Cianjur. Beberapa di antaranya menyampaikan keberatan terkait jam masuk yang terlalu pagi.
Angga Purwanda (40), warga Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, menyatakan bahwa kebijakan ini kurang tepat. Menurutnya, anak-anak harus bangun terlalu pagi, bahkan mungkin sebelum Subuh, untuk bersiap ke sekolah.
“Kalau masuk jam 06.30 WIB, anak-anak harus berangkat sekitar pukul 06.00 WIB. Itu pun kalau sekolahnya dekat. Kalau jauh, lebih pagi lagi. Setelah salat Subuh, anak-anak biasanya masih mengantuk dan tidur lagi. Ini bisa mengganggu kesiapan mereka belajar,” ujarnya, Kamis (5/6/2025).
Angga juga menyoroti soal keamanan. Menurutnya, banyak jalan yang minim penerangan, dan ini bisa membahayakan siswa yang berangkat dalam kondisi gelap.
Pendapat serupa disampaikan Mia Nur Afiah (48), orangtua siswa yang tinggal di Perumahan Pesona Cianjur Indah. Ia menilai kebijakan ini sebaiknya diuji coba terlebih dahulu sebelum diterapkan secara serentak.
“Kalau tujuannya agar anak-anak bangun pagi dan salat Subuh, anak saya pun setiap hari salat. Tapi jam masuk 06.30 itu tidak relevan dengan kondisi sekarang. Sebaiknya ada dulu percontohan, tidak langsung diberlakukan ke semua sekolah,” ungkapnya.
Mia juga menyoroti efektivitas waktu pembelajaran yang ditentukan dalam surat edaran tersebut. Menurutnya, kualitas pembelajaran tidak semata ditentukan oleh waktu, melainkan juga oleh kesiapan dan kemampuan guru.
“Soal durasi belajar 35 menit per mata pelajaran, itu tergantung gurunya. Kalau guru paham dan nyaman dengan materi, pelajaran bisa tersampaikan dengan baik. Tapi kalau tidak, ya percuma juga,” katanya.
Hingga saat ini, Dinas Pendidikan Jawa Barat belum memberikan keterangan lebih lanjut apakah akan ada revisi kebijakan menyusul adanya keberatan dari masyarakat. Sementara itu, para orangtua berharap ada dialog terbuka antara pihak sekolah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik demi kenyamanan dan keamanan peserta didik.