-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Sejarah Cianjur 42 : Jejak Para Bupati Cianjur di Masa Pascakemerdekaan

Minggu, 18 Mei 2025 | 01.10 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-17T18:10:17Z


Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, berbagai daerah di Nusantara mulai membangun ulang struktur pemerintahan, tak terkecuali Kabupaten Cianjur. Masa pascakemerdekaan menjadi periode penting yang penuh dinamika, mulai dari pergantian kepemimpinan bupati, dampak agresi militer Belanda, hingga lahirnya kembali tradisi budaya dan religi di tengah semangat kebangsaan yang masih hangat. Dari kepindahan pusat pemerintahan ke Sukanagara hingga dihidupkannya kembali helaran Kuda Kosong oleh Dalem Ateng Sanusi, jejak sejarah ini menjadi saksi perjuangan Cianjur membangun jati diri sebagai daerah yang religius, berbudaya, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.

Masa Pascakemerdekaan

Pada tahun 1943–1945, Rd. Adiwikarta diangkat menjadi Bupati Cianjur ke-16. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, diangkatlah Rd. Yasin Partadiredja, seorang komisaris polisi dari Jakarta, sebagai Bupati Cianjur ke-17. Ia menjadi Bupati Cianjur pertama setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tahun yang sama, ia digantikan oleh R. Iyok Muhamad Sirodj (1945–1946) sebagai Bupati Cianjur ke-18.

Jabatan Bupati Cianjur kemudian diserahkan kepada Rd. Abas Wilagasomantri sebagai Bupati Cianjur ke-19 (1946–1948). Pada masa ini, Cianjur kembali diguncang oleh Agresi Militer Belanda yang membonceng Inggris. Pemerintah Kabupaten Cianjur terpaksa pindah sementara ke Sukanagara hingga tahun 1948. Setelah keadaan kembali aman, pemerintahan kabupaten dipindahkan kembali ke Cianjur. Namun, Rd. Abas Wilagasomantri kemudian dialihtugaskan menjadi Residen di Bogor.

Rd. Ateng Sanusi Natawiyoga dari Bandung menggantikan Rd. Abas sebagai Bupati Cianjur ke-20 dan memerintah dari tahun 1948 hingga 1950. Pada masa ini, pemerintahan mulai hidup kembali. Berbagai kesenian ditampilkan dalam peringatan Hari Jadi Cianjur dan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan.

Rd. H. Abbas Syihabudin, sesepuh Pondok Pesantren Gedong Asem Cianjur, menjadi saksi saat Dalem Ateng menghidupkan kembali tradisi helaran Kuda Kosong. Saat itu, H. Abbas baru diangkat sebagai karyawan Pemerintah Kabupaten Cianjur. Ia menerangkan bahwa tradisi Kuda Kosong pada masa ini mulai dikaitkan dengan hal mistis, yaitu dihubungkan dengan kehadiran Rd. Suryakancana, raja alam lelembut dari Gunung Gede, Cianjur.

Tujuan Dalem Ateng adalah untuk menunjukkan rasa hormat kepada Rd. Suryakancana karena dirinya bukanlah keturunan asli Cianjur. Selain itu, Haji Abbas juga menjelaskan bahwa Dalem Ateng menghidupkan tradisi membaca Surah Yasin setiap malam Selasa di Pendopo Cianjur. Tradisi tersebut mulai dilaksanakan setelah Dalem Ateng bersilaturahmi ke Pesantren Gedong Asem.
×
Berita Terbaru Update