Dalam lima tahun terakhir, tren pernikahan usia dini di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan yang sangat signifikan. Berdasarkan data dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur, tercatat sebanyak 573 kasus pernikahan dini pada tahun 2020. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi 237 kasus pada 2021, 177 kasus pada 2022, 130 kasus pada 2023, dan hanya tersisa 45 kasus pada tahun 2024.
Penurunan ini menjadi sorotan positif, terutama di tengah meningkatnya kasus pernikahan usia anak di sejumlah daerah lain. Salah satu contohnya adalah kasus viral pernikahan dini yang terjadi baru-baru ini di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Upaya Serius Pemerintah Daerah dan Lintas Sektor
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKBP3A Kabupaten Cianjur, Tenty Maryanthy, menyebut keberhasilan ini merupakan hasil dari kerja panjang dan konsisten dalam hal edukasi serta sosialisasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat.
“Kami terus menyampaikan pentingnya mencegah pernikahan usia dini, baik dari sisi kesehatan reproduksi maupun hak-hak anak. Semua ini merupakan bagian dari amanat Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pencegahan Perkawinan Anak,” ujar Tenty kepada wartawan.
Tenty menjelaskan, keberhasilan ini tidak lepas dari pendekatan berbasis budaya dan agama yang dilakukan dengan menggandeng berbagai tokoh masyarakat serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurutnya, pendekatan keagamaan terbukti efektif dalam menyampaikan pesan pencegahan kepada masyarakat.
“Kami sadar bahwa pendekatan keagamaan sangat penting agar pesan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Karena itu kami menggandeng tokoh agama dan MUI,” tambahnya.
Dampak Regulasi Nasional dan Peran Aktif Kemenag
Selain upaya daerah, penurunan angka pernikahan dini juga dipengaruhi oleh diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan, yang menetapkan batas usia minimal menikah menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.
Kepala Seksi Bimas Islam Kantor Kemenag Cianjur, Shalahudin Al Ayubi, mengungkapkan bahwa regulasi tersebut memberikan landasan hukum yang kuat dan menjadi acuan penting dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
“Berdasarkan data tahun 2023, terdapat 22 laki-laki dan 84 perempuan yang menikah di bawah umur. Sementara pada periode Januari hingga Juni 2024, angka tersebut menurun menjadi 19 laki-laki dan 72 perempuan. Artinya, tren penurunan terus terjadi di semua Kantor Urusan Agama (KUA) di Cianjur,” ungkap Ayubi.
Ia menambahkan, sosialisasi dan edukasi yang dilakukan oleh para penghulu dan penyuluh agama Islam juga menjadi kunci dalam menekan praktik pernikahan anak.
“Penghulu dan penyuluh memiliki tugas penting untuk terus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak menikahkan anak-anak mereka di bawah umur,” tegasnya.
Tantangan ke Depan: Pendidikan dan Akses Informasi
Meski angka pernikahan dini menunjukkan penurunan yang menggembirakan, Tenty Maryanthy mengingatkan bahwa masih ada tantangan besar, terutama di wilayah dengan tingkat pendidikan rendah.
“Kami akan terus bergerak untuk memperluas pemahaman masyarakat, agar tidak ada lagi anak yang terpaksa menikah dan kehilangan masa depannya. Ini adalah tugas bersama,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Cianjur berkomitmen untuk terus memperkuat kolaborasi lintas sektor dan memperluas cakupan edukasi, demi mewujudkan generasi muda yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.