Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Sunda memiliki kekayaan bahasa yang tak ternilai harganya. Salah satunya adalah ungkapan atau paribasa yang penuh makna dan filosofi hidup. Salah satu ungkapan yang cukup dikenal di kalangan urang Sunda adalah “ulah nyaliksik ku buuk leutik.” Ungkapan ini, meski terdengar sederhana, menyimpan pesan mendalam tentang cara kita bersikap dalam menilai dan memperlakukan orang lain.
Arti Harfiah dan Makna Filosofis
Secara harfiah, ungkapan ini berarti: jangan mencari-cari dengan rambut yang kecil. Namun tentu saja, bukan soal rambut yang dimaksud secara nyata. Ungkapan ini adalah perumpamaan yang menggambarkan kebiasaan mencari-cari kesalahan atau kekurangan orang lain yang sangat kecil, bahkan yang sebetulnya tidak perlu dipermasalahkan.
Dalam budaya Sunda, ini adalah sindiran halus bagi mereka yang terlalu perfeksionis, cerewet, atau suka membesar-besarkan hal sepele. Orang seperti ini sering kali menciptakan konflik hanya karena hal kecil yang bisa diselesaikan dengan pengertian atau dimaafkan.
Nilai Budaya Sunda: Lemah Lembut dan Pemaaf
Budaya Sunda menjunjung tinggi nilai-nilai someah, silih asih, dan silih hampura. Dalam masyarakat tradisional, ketenangan dan keharmonisan dalam hubungan sosial dianggap sangat penting. Maka dari itu, sikap nyaliksik ku buuk leutik dianggap bertentangan dengan semangat harmoni tersebut.
Seorang sesepuh kampung pernah berkata,
“Lamun urang hayang hirup tengtrem, kudu bisa nyampurnakeun batur, lain nyalahkeun perkara leutik nu sakuduna bisa dihampura.”
Artinya, jika kita ingin hidup damai, kita harus bisa menerima kekurangan orang lain, bukan malah menyalahkan hal-hal kecil yang seharusnya bisa dimaafkan.
Relevansi di Era Digital
Di era media sosial saat ini, ungkapan ini terasa semakin relevan. Kita bisa melihat betapa cepatnya seseorang dihujat atau disudutkan hanya karena satu kesalahan kecil. Budaya ‘cancel’ dan ‘baper’ kadang tumbuh liar tanpa mempertimbangkan konteks dan niat baik seseorang.
Inilah pentingnya meresapi kembali nilai-nilai lokal seperti ulah nyaliksik ku buuk leutik. Kita diajak untuk lebih bijak, toleran, dan tidak mudah menghakimi.
Penutup: Dari Kearifan Lokal untuk Dunia Modern
Ungkapan ini bukan sekadar peribahasa, tapi petunjuk hidup yang diwariskan leluhur Sunda agar manusia bisa hidup rukun dan bersahabat. Kita diajak untuk bersikap arif: jika ada kesalahan kecil, cukuplah diberi nasihat atau dimaklumi. Jangan sampai hal remeh menghancurkan hubungan dan merusak suasana.
"Ulah nyaliksik ku buuk leutik" adalah ajakan untuk melihat manusia dengan kebaikannya, bukan kekurangannya.