Di tengah arus deras digitalisasi dan pergaulan global, bahasa daerah sering kali terpinggirkan. Namun, di berbagai sudut Jawa Barat, termasuk Cianjur, bahasa Sunda tetap hidup dan bernapas, terutama lewat percakapan sehari-hari. Bukan hanya di rumah, tapi juga di warung kopi, sekolah, kantor desa, bahkan di grup WhatsApp keluarga.
Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari menawarkan kekayaan ekspresi yang sulit tergantikan. Tak hanya sebagai alat komunikasi, tapi juga sebagai cerminan budaya dan tata krama urang Sunda. Mulai dari sapaan yang lembut, candaan yang lucu, hingga ungkapan perasaan yang halus, semuanya menyatu dalam logat dan rasa bahasa ini.
Sapaan yang Penuh Tatakrama
Salah satu ciri khas pergaulan orang Sunda adalah kesopanan. Itu bisa terlihat dari cara mereka menyapa: "Kumaha damang?" (Apa kabar?) adalah kalimat pembuka yang terdengar sederhana, namun penuh perhatian. Jawabannya pun tak kalah lemah lembut: "Alhamdulillah, damang."
Lalu ada "Wilujeng enjing", "Wilujeng sonten", dan "Wilujeng wengi" yang terdengar begitu hangat, mengiringi perputaran waktu dalam sehari.
Kehangatan dan Keakraban dalam Bahasa Gaul Sunda
Dalam keseharian, orang Sunda juga punya banyak ekspresi khas yang lucu dan unik. Coba dengarkan percakapan dua remaja di Cianjur saat janjian main:
"Rek ulin ka imah, hayu atuh!"
"Ari maneh teh, sok loba gaya!"
Kalimat seperti itu bukan hanya soal "ngobrol", tapi juga membangun kedekatan. Kata-kata seperti "loba gaya" (banyak gaya), "kabina-bina" (bingung banget), atau "teu puguh" (nggak jelas), sering digunakan untuk menggambarkan situasi atau perasaan secara ringan dan jenaka.
Dan jangan lupakan ekspresi seperti "Aduh nyaah pisan", "Asa sieun", atau "Kuring cape euy" yang tak hanya menyampaikan isi hati, tapi juga memperkuat rasa empati di antara penuturnya.
Bahasa Sunda: Lucu, Lugas, Tapi Tetap Lembut
Uniknya, banyak kosa kata Sunda yang terdengar lucu di telinga, baik karena bunyinya maupun artinya. Sebut saja:
"Belegug": umpatan ringan untuk menggoda teman, berarti bodoh tapi bukan dalam arti kasar.
"Ngagolak": suara perut lapar yang menggerung.
"Jebred": efek suara kalau jatuh atau kejedug.
Bagi anak muda, kosa kata ini kadang jadi bahan konten lucu di media sosial. Tapi bagi penutur asli, kata-kata ini adalah bagian dari ekspresi hidup sehari-hari.
Melestarikan Lewat Pergaulan
Bahasa Sunda bukan sekadar bahasa ibu, tapi juga warisan budaya. Ketika anak-anak mulai terbiasa mendengar dan menggunakan kosa kata Sunda dalam keseharian, baik di rumah maupun di luar, maka proses pelestarian pun berlangsung secara alami.
Budaya bertutur inilah yang terus menghidupkan bahasa Sunda. Dengan terus digunakan dalam pergaulan sehari-hari, bahasa ini bukan hanya bertahan, tapi juga berkembang terutama saat dipadukan dengan kreativitas digital anak muda.
Jadi, bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari adalah wajah dari keramahan, kehangatan, dan kecerdasan budaya urang Sunda. Dari yang halus sampai yang gaul, dari yang sopan sampai yang jenaka, semua punya tempat dalam dinamika sosial masyarakat. Mari terus hidupkan, lestarikan, dan banggakan.
Sunda teh sanes saukur basa, tapi oge rasa.