Fenomena mengejutkan terjadi di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Cianjur. Sebanyak 42 orang ASN PPPK mengajukan perceraian tidak lama setelah menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai pegawai pemerintah.
Berdasarkan data yang dihimpun, mayoritas dari pengajuan cerai tersebut datang dari PPPK perempuan yang bertugas di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). Dari total 42 orang, 30 di antaranya baru mengajukan perceraian, sementara 12 lainnya telah diproses dan tinggal menunggu dokumen perceraian ditandatangani oleh pejabat Pemerintah Kabupaten Cianjur.
Kepala Disdikpora Kabupaten Cianjur, Ruhli, membenarkan adanya lonjakan kasus perceraian di kalangan ASN PPPK setelah mereka resmi menerima SK pengangkatan.
“Dari sekitar 3.000 PPPK yang diangkat tahun ini, ada sekitar 30 orang atau 1 persen yang langsung mengajukan cerai. Mayoritas yang menggugat adalah perempuan,” ujar Ruhli, seperti dilansir Detik Jabar, Rabu (23/7/2025).
Menurut Ruhli, penyebab utama perceraian ini adalah permasalahan ekonomi dan ketidakharmonisan rumah tangga yang sudah berlangsung lama.
“Sebagian besar karena persoalan ekonomi. Sebelumnya mereka belum memiliki kemandirian finansial, tapi setelah menjadi PPPK dan memiliki penghasilan tetap, mereka berani mengambil keputusan besar seperti menggugat cerai,” tambahnya.
Disdikpora saat ini tengah berupaya melakukan mediasi terhadap para PPPK yang mengajukan perceraian agar permasalahan dapat diselesaikan secara damai.
“Kami berharap mereka bisa kembali rukun. ASN itu harus jadi contoh dalam kehidupan sosial, termasuk dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Hal ini juga bisa berdampak pada kinerja mereka,” jelas Ruhli.
Sebagai langkah preventif, Disdikpora berencana meningkatkan pembinaan kepada para PPPK di jajarannya agar kasus serupa tidak semakin meluas.
Di sisi lain, Analis SDMA Ahli Muda Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cianjur, Usman Yusup, mengatakan bahwa pihaknya telah memproses 12 ajuan perceraian dari PPPK sepanjang Januari hingga Juli 2025.
“Dari 12 kasus tersebut, tujuh sudah diterbitkan suratnya dan lima lainnya sedang menunggu dokumen ditandatangani. Kebanyakan berasal dari pegawai Disdikpora, meskipun ada juga dari tenaga kesehatan dan instansi lain,” ungkap Usman.
Usman menjelaskan bahwa sebelum masuk ke tahap BKPSDM, pengajuan perceraian terlebih dahulu dimediasi di dinas masing-masing. Jika tidak ada titik temu, barulah dokumen diteruskan untuk keperluan gugatan di pengadilan agama.
“Fenomena ini dipicu oleh masalah ekonomi dan perselingkuhan. Tapi yang menarik, mereka baru berani ajukan cerai setelah menerima SK PPPK, saat sudah merasa memiliki posisi dan penghasilan tetap,” ujarnya.
Ia mencontohkan salah satu kasus, di mana seorang PPPK perempuan sudah bertahun-tahun menghadapi pasangan yang tidak memberi nafkah dan berselingkuh. Karena sebelumnya hanya berstatus honorer tanpa penghasilan tetap, ia memilih diam. Namun setelah diangkat menjadi PPPK, muncul keberanian untuk mengakhiri rumah tangganya.
“Mereka bukan tiba-tiba mengajukan cerai setelah dapat SK. Ini akumulasi dari persoalan lama yang dipendam, dan sekarang mereka punya keberanian untuk menentukan masa depan sendiri,” katanya.
Menanggapi situasi ini, BKPSDM akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memperkuat pembinaan kepada seluruh ASN di Kabupaten Cianjur.
“Pembinaan akan ditingkatkan agar ASN, termasuk PPPK, tidak hanya profesional dalam bekerja tetapi juga mampu menjaga ketahanan keluarga,” pungkas Usman.