Bahasa Sunda dan Rasa Tatakrama
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi. Dalam budaya Sunda, bahasa juga menjadi cermin tatakrama, rasa hormat, dan nilai luhur yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat Sunda mengenal konsep undak-unduk basa, yaitu tingkatan dalam penggunaan bahasa Sunda yang disesuaikan dengan siapa lawan bicara, situasi, dan hubungan sosial.
Melalui undak-unduk basa, urang Sunda diajarkan untuk berbicara dengan hati-hati, penuh hormat, serta menempatkan diri sesuai kaidah budaya. Nilai ini membuat komunikasi menjadi lebih indah, sopan, dan tetap menjaga harmoni sosial.
Tiga Tingkatan Utama Undak-Unduk Basa Sunda
Secara umum, undak-unduk basa Sunda terbagi menjadi tiga: basa lemes, basa sedeng/loma, dan basa kasar.
1. Basa Lemes (Halus)
Basa lemes dipakai saat berbicara dengan orang yang lebih tua, dihormati, atau dalam situasi resmi. Ciri khasnya: menggunakan kata hormat untuk lawan bicara, dan kata halus untuk diri sendiri.
Contoh kalimat:
“Mangga tuang heula, Bapa.” → “Silakan makan dulu, Pak.”
“Kumaha damang, Ibu?” → “Bagaimana kabarnya, Bu?”
Basa lemes menekankan rasa hormat dan kerendahan hati.
2. Basa Sedeng / Loma (Biasa)
Basa sedeng atau loma digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan teman sebaya atau orang yang sudah akrab. Ciri khasnya: lebih santai, tidak terlalu halus, tapi tetap sopan.
Contoh kalimat:
“Kumaha kabarna, Kang?” → “Bagaimana kabarnya, Kang?”
“Ti mana wae ayeuna?” → “Dari mana saja hari ini?”
Basa sedeng menjaga keakraban tanpa kesan terlalu formal.
3. Basa Kasar
Basa kasar digunakan dalam percakapan dengan orang yang lebih muda, kepada hewan, atau saat marah. Namun dalam perkembangan sekarang, basa kasar dianggap kurang pantas bila digunakan sembarangan.
Contoh kalimat:
“Hidep ti mana?” → “Kamu dari mana?”
“Mun embung, ulah datang deui!” → “Kalau tidak mau, jangan datang lagi!”
Penggunaan basa kasar perlu hati-hati, karena bisa menyinggung perasaan lawan bicara.
Filosofi di Balik Undak-Unduk Basa
Lebih dari sekadar tata bahasa, undak-unduk basa Sunda mengajarkan nilai kehidupan:
- Hormat ka sepuh → menghormati yang lebih tua melalui pilihan kata.
- Hade ka sasama → menjaga kesopanan dengan teman sebaya.
- Waspada dina nyarita → berpikir sebelum bicara, agar tidak melukai perasaan orang lain.
Tantangan Zaman Modern
Sayangnya, seiring perkembangan zaman, banyak generasi muda yang mulai jarang menggunakan undak-unduk basa Sunda. Bahasa Sunda sering disederhanakan, bahkan bercampur dengan bahasa Indonesia atau bahasa gaul.
Hal ini wajar karena perubahan zaman, tetapi kita perlu menyadari bahwa hilangnya undak-unduk basa berarti hilangnya salah satu jati diri budaya Sunda.
Ajakan Redaksi
Redaksi Teras Muda Cianjur meyakini bahwa undak-unduk basa Sunda bukan sekadar warisan bahasa, tapi juga warisan budi pekerti. Mengajarkannya kepada anak-anak, menggunakannya dalam keluarga, serta mempraktikkannya di masyarakat adalah cara sederhana namun bermakna untuk melestarikan budaya Sunda.
Mari kita mulai dari hal kecil: gunakan basa lemes saat berbicara dengan orang tua, basa loma dengan teman, dan hindari basa kasar bila tidak perlu. Dengan begitu, kita tidak hanya melestarikan bahasa Sunda, tetapi juga menjaga nilai hormat, sopan santun, dan kerendahan hati yang menjadi ciri khas urang Sunda.
Sabab basa téh lain ngan ukur carita, tapi ogé cerminan jiwa jeung budaya urang.
Redaksi Teras Muda Cianjur meyakini bahwa undak-unduk basa Sunda bukan sekadar warisan bahasa, tapi juga warisan budi pekerti. Mengajarkannya kepada anak-anak, menggunakannya dalam keluarga, serta mempraktikkannya di masyarakat adalah cara sederhana namun bermakna untuk melestarikan budaya Sunda.
Mari kita mulai dari hal kecil: gunakan basa lemes saat berbicara dengan orang tua, basa loma dengan teman, dan hindari basa kasar bila tidak perlu. Dengan begitu, kita tidak hanya melestarikan bahasa Sunda, tetapi juga menjaga nilai hormat, sopan santun, dan kerendahan hati yang menjadi ciri khas urang Sunda.
Sabab basa téh lain ngan ukur carita, tapi ogé cerminan jiwa jeung budaya urang.