“Itu terserah kepada pemerintahnya, dan terserah kepada warganya,” ujar Purbaya usai bertemu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Purbaya menegaskan, pemerintah pusat tidak pernah mewajibkan pemda melakukan penarikan donasi dari masyarakat. “Tapi dari pemerintah pusat, tidak ada kewajiban untuk melakukan itu. Jadi, boleh aja kalau mau,” pungkasnya.
Kebijakan Rereongan Poe Ibu di Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya menerbitkan surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) pada 1 Oktober 2025.
Gerakan ini mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN), pelajar, dan masyarakat Jawa Barat untuk berdonasi Rp1.000 per hari sebagai bentuk solidaritas sosial.
KDM menjelaskan, dana hasil rereongan ini akan digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan di bidang pendidikan dan kesehatan, khususnya dalam kondisi darurat dan mendesak.
“Melalui gerakan ini, setiap ASN, pelajar, dan masyarakat diimbau untuk menyisihkan Rp1.000 per hari sebagai wujud kesetiakawanan dan sukarela sosial,” demikian isi surat edaran tersebut.
Pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran dana dilakukan secara transparan oleh pengelola setempat, dan laporan penggunaannya disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga, portal layanan publik, dan media sosial masing-masing wilayah.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat, Adi Komar, mengatakan bahwa donasi akan dikumpulkan melalui rekening khusus di Bank BJB dengan format nama rekening “Rereongan Poe Ibu - (nama instansi/sekolah/unsur masyarakat)”.
“Gerakan ini harus berjalan baik agar benar-benar menjadi kekuatan solidaritas masyarakat Jawa Barat. Dengan rereongan, kita wujudkan Jawa Barat istimewa,” ujarnya.
Keluhan di Lapangan
Meski disebut bersifat sukarela, sebagian warga mengaku merasa terbebani dengan kebijakan donasi tersebut.
Seorang ASN di Pemda Karawang, sebut saja Kartika, mengungkapkan bahwa imbauan itu dalam praktiknya terasa seperti kewajiban.
“Ini ditarik Rp1.000 per hari, sebulan berarti Rp30 ribu? Berat juga karena kebutuhan juga banyak, harga-harga mahal, dan gaji ASN enggak naik-naik,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Keluhan juga datang dari seorang guru berstatus PPPK di salah satu SMK Negeri di Karawang. Ia menilai kebijakan ini membebani guru dan siswa, terlebih karena gaji PPPK belum cair.
“Siswa yang masuk sekolah negeri sini aja banyak yang gak mampu. Kasihan kalau ditarik lagi donasi walaupun Rp1.000. Semoga kebijakan beneran sukarela, praktiknya nanti enggak memaksa,” katanya.
Kebijakan Gerakan Rereongan Poe Ibu masih terus menuai pro dan kontra. Di satu sisi, gagasan gotong royong dinilai selaras dengan nilai kearifan lokal Sunda: silih asah, silih asih, silih asuh. Namun di sisi lain, sejumlah pihak menilai perlu pengawasan ketat agar semangat sukarela tidak berubah menjadi kewajiban terselubung.
