Di era digital seperti sekarang, informasi beredar begitu cepat. Hanya dengan satu klik, kabar apa pun bisa tersebar ke ribuan orang. Namun, di tengah derasnya arus berita, ada satu hal penting yang sering terlupakan: etika seorang Muslim dalam menyikapi informasi.
Dalam Islam, tidak semua berita boleh kita dengar, apalagi kita sebarkan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa tidak akan masuk surga orang yang suka mendengar-dengar berita rahasia orang lain. (HR. Bukhari, makna hadis). Istilah “mencuri berita” di sini bukan sekadar menguping, tapi juga termasuk mencari-cari aib, menyebarkan rahasia, atau menyebarkan kabar tanpa izin dan tanpa tabayyun.
Larangan Tajassus dalam Al-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu saling memata-matai (tajassus), dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
Ayat ini menjadi pondasi utama dalam menjaga kehormatan sesama Muslim. Islam menekankan agar setiap orang menjaga telinga, mata, dan lisannya dari hal-hal yang bisa membuka aib orang lain.
Bahaya “Mencuri Berita” di Media Sosial
Di zaman media sosial, bentuk tajassus bisa sangat halus, misalnya:
Mengintip status pribadi orang lain untuk mencari bahan gosip,
Menyebarkan tangkapan layar (screenshot) percakapan pribadi,
Menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya (hoaks),
Membuka aib seseorang dengan dalih “biar semua tahu.”
Padahal, semua itu termasuk dosa besar jika dilakukan tanpa alasan syar’i. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedangkan mereka tidak suka didengar, maka akan dituangkan timah panas ke telinganya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Prinsip Tabayyun: Kunci Etika Informasi
Islam mengajarkan satu kaidah penting dalam bermedia, tabayyun; memastikan kebenaran berita sebelum menyebarkannya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Hujurat ayat 6:
“Jika datang kepada kalian seorang fasik membawa berita, maka periksalah kebenarannya agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan.”
Artinya, seorang Muslim tidak boleh mudah percaya apalagi ikut menyebarkan kabar tanpa bukti. Setiap jari yang menekan tombol share akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Menjaga Lisan dan Jemari dari Dosa
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kalimat ini seolah menjadi pedoman etika bermedia sosial. Kalau berita yang kita sampaikan tidak benar, tidak bermanfaat, atau berpotensi menimbulkan fitnah, lebih baik diam.
Penutup
Menjaga rahasia dan kehormatan orang lain adalah bagian dari iman. Dalam dunia yang penuh keterbukaan ini, seorang Muslim sejati harus mampu menjadi teladan bukan pencuri berita, bukan penyebar aib, melainkan penjaga kebenaran dan kehormatan.
Karena itu, sebelum mengirim, membagikan, atau menulis sesuatu di media sosial, renungkan sejenak:
“Apakah ini membawa kebaikan, atau justru bisa menjerumuskan aku ke dosa?”