-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Takdirmu Tak Bisa Direbut Siapa Pun

Selasa, 04 November 2025 | 15.33 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-04T17:03:31Z




Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Tirmidzi, Rasulullah ﷺ bersabda:


وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ.


Artinya:

“Ketahuilah sesungguhnya jika seluruh umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikit pun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.”

(HR Ahmad dan At-Tirmidzi)
 
Makna Mendalam dari Hadits

Hadits ini merupakan pengingat yang sangat kuat tentang keimanan kepada takdir (qadha dan qadar) — bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, sekecil apa pun, telah ditentukan oleh Allah ﷻ. Baik manfaat maupun mudarat, keberuntungan atau musibah, semuanya telah tertulis dalam “Lauh Mahfuzh” sejak zaman azali.

Ungkapan “pena telah diangkat dan lembaran telah kering” menggambarkan bahwa keputusan Allah itu sudah final, tidak akan berubah, tidak bisa dihapus, dan tidak dapat ditambahkan. Takdir telah ditulis dan tidak ada satu pun makhluk yang mampu mengubahnya tanpa izin Allah.
Dalil Al-Qur’an yang Menguatkan

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.”

(QS. Al-Hadid: 22)

Ayat ini menegaskan bahwa semua peristiwa, baik yang tampak menyenangkan maupun menyedihkan,  sudah ada dalam ketetapan Allah. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Bahkan, dalam ayat lain Allah menegaskan:

“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
 
Hadits Lain yang Senada

Rasulullah ﷺ juga bersabda:


“Ketahuilah bahwa apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa yang meleset darimu tidak akan menimpamu.”

(HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan ketenangan batin dan kekuatan iman, bahwa manusia tidak perlu terlalu cemas terhadap apa yang akan terjadi, karena semua sudah ada dalam kendali Allah ﷻ. Namun, bukan berarti manusia pasrah tanpa usaha, melainkan berusaha dengan sungguh-sungguh dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
 
Filosofi: Antara Takdir dan Usaha

Dalam pandangan para ulama, takdir bukan berarti menyerah pada keadaan. Justru, memahami takdir adalah fondasi ketenangan jiwa dan kekuatan dalam berjuang.

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Orang yang beriman kepada takdir bukanlah orang yang diam, melainkan orang yang paling kuat dalam usaha, karena ia tahu bahwa Allah melihat kesungguhannya.”

Dengan kata lain, hadits ini mengajarkan dua hal sekaligus:
  • Keyakinan bahwa Allah Maha Penentu segala sesuatu.
  • Kewajiban manusia untuk tetap berusaha, karena usaha adalah bagian dari takdir itu sendiri.
 
Kata Bijak dan Refleksi Kehidupan

Dalam falsafah hidup orang Sunda, ada ungkapan bijak yang berbunyi:


“Manusa ngan saukur ngarah, Gusti nu nangtukeun.”
(Manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan.)

Ungkapan ini memiliki makna yang sama dengan hadits di atas. Orang Sunda dikenal dengan watak sabar, tawakal, dan teu ngeluh (tidak mudah mengeluh) — cerminan dari keyakinan bahwa semua sudah diatur ku Gusti Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari, keyakinan pada takdir membuat orang Sunda bisa tetap tenang dalam cobaan dan tidak sombong dalam keberhasilan.

Misalnya, petani yang gagal panen tidak langsung putus asa, tetapi berkata, “Mugia aya hikmahna.”
Atau pedagang yang rezekinya seret tetap yakin, “Rezeki mah moal kamana.”

Itulah bentuk keimanan dalam keseharian, wujud dari makna hadits ini dalam praktik hidup nyata.
Pelajaran untuk Kehidupan Modern

Di tengah dunia yang penuh kompetisi, ketakutan, dan ketidakpastian — hadits ini memberi ketenangan spiritual.

Ia mengajarkan bahwa: 
  • Tidak perlu takut kehilangan rezeki, karena rezeki telah ditetapkan.
  • Tidak perlu iri kepada orang lain, karena setiap orang memiliki takdirnya masing-masing.
  • Tidak perlu cemas terhadap masa depan, karena masa depan berada di tangan Allah.

Namun, hadits ini juga tidak meniadakan usaha. Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan untuk bekerja keras, berdoa, dan berikhtiar. Karena takdir tidak bisa dijadikan alasan untuk malas atau menyerah.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah.”

(HR. Muslim)
 
Kesimpulan: Iman yang Melahirkan Ketenangan

Hadits “pena telah diangkat dan lembaran telah kering” bukan sekadar pengingat tentang ketetapan Allah, tetapi juga obat penenang hati bagi mereka yang sedang diuji.

Keyakinan bahwa segala sesuatu berada di bawah kehendak Allah membuat seorang mukmin tidak terguncang oleh keadaan.

Dalam kehidupan orang Sunda dan siapa pun yang beriman — makna ini terwujud dalam sikap tawakal, sabar, dan nrimo ing pandum. Bahwa setiap kejadian, sekecil apa pun, sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, dan tugas kita hanyalah berikhtiar dengan sungguh-sungguh serta menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Hadits ini mengajarkan keseimbangan antara iman dan usaha, tawakal dan kerja keras, harapan dan ketenangan.

Seorang mukmin sejati akan berjalan di dunia ini dengan penuh semangat, tetapi hatinya tetap tenang, sebab ia tahu:

“Sagalana geus aya dina pangeresan Gusti.”
(Segala sesuatu sudah berada dalam ketentuan Tuhan.)
×
Berita Terbaru Update