Kebijakan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pendidikan SD dan SMP negeri maupun swasta digratiskan menimbulkan pro dan kontra di Cianjur. Disdikpora gencar lakukan sosialisasi jelang PPDB.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mulai menyosialisasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan gratis untuk siswa SD dan SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi polemik di tengah masyarakat, terutama di kalangan penyelenggara sekolah swasta.
Kepala Bidang SMP Disdikpora Kabupaten Cianjur, Helmi Halimudin, menyatakan bahwa kebijakan ini masih menunggu turunan aturan teknis, terutama menyangkut implementasi di sekolah swasta dengan klasifikasi tertentu, termasuk sekolah elite.
"Kami gencarkan sosialisasi sambil menunggu aturan turunannya guna mempertegas apakah sekolah swasta atau sekolah yang tergolong elite bagaimana kebijakannya, karena beberapa bulan ke depan sudah masuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)," ujarnya di Cianjur, Jumat (30/5).
Saat ini, jumlah SMP di Cianjur mencapai lebih dari 400 sekolah, terdiri dari 150 SMP negeri dan sekitar 250 SMP swasta. Helmi menilai, dengan kebijakan ini, pemerataan pendidikan akan lebih tercapai karena siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah swasta tanpa terbebani biaya.
"Kami secepatnya melakukan sosialisasi agar putusan MK tidak menimbulkan polemik besar, karena jumlah SMP swasta di Cianjur lebih banyak dari sekolah negeri, termasuk beberapa di antaranya tergolong elite," tambah Helmi.
Sekolah Dasar Dinilai Siap, Sekolah Swasta Tunggu Regulasi
Sementara itu, Kepala Bidang SD Disdikpora Kabupaten Cianjur, Aripin, mengatakan bahwa putusan MK harus dilaksanakan tanpa terkecuali. Namun pihaknya akan mendalami lebih lanjut aturan dan teknis pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Kami menilai untuk tingkat SD tidak akan menimbulkan polemik berarti, karena dari total 1.245 SD yang ada di Cianjur, hanya 40 di antaranya merupakan SD swasta. Dengan kebijakan ini, pemerataan siswa di setiap sekolah akan lebih mudah tercapai," ungkap Aripin.
Menurutnya, dengan diberlakukannya pendidikan gratis di semua jenjang, baik negeri maupun swasta, maka prinsip zonasi tidak lagi menjadi halangan bagi peserta didik untuk memilih sekolah.
"Putusan MK ini kemungkinan besar akan mendapat dukungan dari sekolah dan orang tua karena biaya pendidikan bukan lagi masalah. Negeri dan swasta sama-sama gratis," ujarnya.
Sekolah Swasta Elite dan Internasional Merasa Terbebani
Namun demikian, respons berbeda datang dari pengelola sekolah swasta. Kepala SMP Al-Azhar Cianjur, C Saripudin, menilai bahwa putusan MK berpotensi memberatkan sekolah swasta, khususnya yang sudah memiliki program unggulan dengan biaya operasional tinggi.
"Kami menunggu arahan dan kebijakan lanjutan dari pengurus pusat Al Azhar. Selama ini, kami menjalankan sistem pendidikan dengan kualitas dan fasilitas yang berbeda. Jika kebijakan ini diterapkan merata tanpa mempertimbangkan klasifikasi sekolah, akan menjadi beban berat bagi sekolah swasta mapan," jelas Saripudin.
Ia menambahkan, putusan MK akan lebih tepat jika difokuskan pada sekolah swasta yang masih berkembang agar dapat tercipta pemerataan pendidikan yang sesungguhnya.
Forum Sekolah Swasta: Butuh Jaminan Operasional
Hal senada diungkapkan Ketua Forum Sekolah Swasta Kabupaten Cianjur, Dede Muharamsyah, yang meminta agar pemerintah menjamin kebutuhan operasional sekolah swasta jika memang kebijakan pendidikan gratis diberlakukan secara menyeluruh.
"Setiap kebijakan tentu ada sisi positif dan negatifnya. Tapi apakah pemerintah mampu mengakomodasi kebutuhan riil sekolah swasta? Kalau tidak, tentu akan memberatkan. Namun jika mampu dipenuhi, maka konflik bisa dihindari," kata Dede.
Ia menyebut pihaknya masih menunggu regulasi turunan dari putusan MK untuk memastikan bagaimana teknis pelaksanaannya di lapangan.