Oleh: Redaksi Teras Muda Cianjur
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern yang semakin digital, cepat, dan kadang kehilangan makna, muncul satu kalimat pendek tapi penuh renungan: “Mati sekali, hidup dua kali.” Kalimat ini sekilas terdengar kontradiktif, bahkan membingungkan. Namun jika dikupas dalam perspektif Islam, ungkapan ini justru mengandung kearifan yang mendalam, baik secara spiritual maupun filosofis.
Mati Sekali: Kepastian yang Tak Terbantahkan
Islam mengajarkan bahwa setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Kullu nafsin dzā`iqatul-maut"
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
Kematian bukanlah akhir, tetapi pintu gerbang menuju kehidupan yang hakiki. Inilah momen sakral yang tidak bisa diulang, sekali untuk selamanya, dan akan menentukan kondisi kita di dua kehidupan selanjutnya.
Hidup Dua Kali: Dunia dan Akhirat
Dalam tafsir para ulama, hidup dua kali merujuk pada dua fase kehidupan manusia:
1. Hidup di dunia, di mana kita diuji.
2. Hidup di akhirat, tempat pembalasan yang kekal.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 28, Allah menjelaskan proses ini:
"Bagaimana kamu bisa kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia akan dihidupkan dua kali: saat pertama kali lahir di dunia dan saat dibangkitkan di akhirat kelak. Maka, benar adanya, mati sekali, hidup dua kali — sebuah rangkaian takdir Ilahi.
Perspektif Ulama dan Hikmah Mendalam
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa dunia ini hanyalah ladang tempat menanam amal, bukan tempat bersenang-senang. Siapa yang lalai, maka dia hanya akan hidup satu kali di dunia saja sedangkan kehidupan akhiratnya menjadi sengsara. Tapi bagi yang bijak, dunia adalah persiapan menuju kehidupan yang abadi.
Syekh Ibn Qayyim al-Jauziyyah menyatakan:
“Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk kehidupan sesudahnya.”
Hirup di Dunya, Meunang di Akhirat
Orang Sunda memiliki petuah luhur yang senafas dengan nilai-nilai Islam:
“Hirup ulah saukur neangan kabagjaan di dunya, tapi kudu nyiar kabagjaan di ahérat.”
Artinya, hidup jangan hanya mengejar kesenangan dunia, tetapi harus mencari kebahagiaan akhirat. Ini selaras dengan ajaran Islam tentang keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Refleksi dan Pesan Zaman Now
Di era yang disebut Gen Z dan Milenial sebagai “self era,” di mana pencapaian duniawi dipamerkan lewat sosial media, kita perlu menyeimbangkannya dengan kesadaran spiritual. Banyak orang yang sibuk membangun branding diri, tapi lupa membangun bekal akhirat.
Coba kita renungkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Orang yang cerdas adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.”
(HR. Tirmidzi)
Inilah esensi hidup dua kali. Dunia ini bukan segalanya. Di balik semua pencapaian, likes, views, dan follower, ada pertanyaan hakiki yang akan ditanyakan:
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern yang semakin digital, cepat, dan kadang kehilangan makna, muncul satu kalimat pendek tapi penuh renungan: “Mati sekali, hidup dua kali.” Kalimat ini sekilas terdengar kontradiktif, bahkan membingungkan. Namun jika dikupas dalam perspektif Islam, ungkapan ini justru mengandung kearifan yang mendalam, baik secara spiritual maupun filosofis.
Mati Sekali: Kepastian yang Tak Terbantahkan
Islam mengajarkan bahwa setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Kullu nafsin dzā`iqatul-maut"
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
Kematian bukanlah akhir, tetapi pintu gerbang menuju kehidupan yang hakiki. Inilah momen sakral yang tidak bisa diulang, sekali untuk selamanya, dan akan menentukan kondisi kita di dua kehidupan selanjutnya.
Hidup Dua Kali: Dunia dan Akhirat
Dalam tafsir para ulama, hidup dua kali merujuk pada dua fase kehidupan manusia:
1. Hidup di dunia, di mana kita diuji.
2. Hidup di akhirat, tempat pembalasan yang kekal.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 28, Allah menjelaskan proses ini:
"Bagaimana kamu bisa kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia akan dihidupkan dua kali: saat pertama kali lahir di dunia dan saat dibangkitkan di akhirat kelak. Maka, benar adanya, mati sekali, hidup dua kali — sebuah rangkaian takdir Ilahi.
Perspektif Ulama dan Hikmah Mendalam
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa dunia ini hanyalah ladang tempat menanam amal, bukan tempat bersenang-senang. Siapa yang lalai, maka dia hanya akan hidup satu kali di dunia saja sedangkan kehidupan akhiratnya menjadi sengsara. Tapi bagi yang bijak, dunia adalah persiapan menuju kehidupan yang abadi.
Syekh Ibn Qayyim al-Jauziyyah menyatakan:
“Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk kehidupan sesudahnya.”
Hirup di Dunya, Meunang di Akhirat
Orang Sunda memiliki petuah luhur yang senafas dengan nilai-nilai Islam:
“Hirup ulah saukur neangan kabagjaan di dunya, tapi kudu nyiar kabagjaan di ahérat.”
Artinya, hidup jangan hanya mengejar kesenangan dunia, tetapi harus mencari kebahagiaan akhirat. Ini selaras dengan ajaran Islam tentang keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Refleksi dan Pesan Zaman Now
Di era yang disebut Gen Z dan Milenial sebagai “self era,” di mana pencapaian duniawi dipamerkan lewat sosial media, kita perlu menyeimbangkannya dengan kesadaran spiritual. Banyak orang yang sibuk membangun branding diri, tapi lupa membangun bekal akhirat.
Coba kita renungkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Orang yang cerdas adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.”
(HR. Tirmidzi)
Inilah esensi hidup dua kali. Dunia ini bukan segalanya. Di balik semua pencapaian, likes, views, dan follower, ada pertanyaan hakiki yang akan ditanyakan:
“Apa yang sudah kamu siapkan untuk hidup setelah mati?”
Penutup: Bekal Menuju Hidup Kedua
Mati itu pasti, waktunya rahasia. Hidup kedua — di akhirat — adalah kenyataan yang menanti. Kita hanya punya satu kesempatan: hidup di dunia. Maka maksimalkan dengan taqwa, amal saleh, dan keikhlasan.
"Tong waka gumbira lamun keur hirup, lamun akhirat can pasti mulus."
Mari kita jadikan hidup ini sebagai kesempatan emas untuk meraih keselamatan di kehidupan kedua. Karena kita hanya mati sekali, dan hidup dua kali — di sinilah pilihan ditentukan: surga atau neraka.
Penutup: Bekal Menuju Hidup Kedua
Mati itu pasti, waktunya rahasia. Hidup kedua — di akhirat — adalah kenyataan yang menanti. Kita hanya punya satu kesempatan: hidup di dunia. Maka maksimalkan dengan taqwa, amal saleh, dan keikhlasan.
"Tong waka gumbira lamun keur hirup, lamun akhirat can pasti mulus."
Mari kita jadikan hidup ini sebagai kesempatan emas untuk meraih keselamatan di kehidupan kedua. Karena kita hanya mati sekali, dan hidup dua kali — di sinilah pilihan ditentukan: surga atau neraka.