Fenomena korupsi dana desa di Kabupaten Cianjur menjadi sinyal kuat bahwa sistem tata kelola keuangan desa belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Dana yang sejatinya diperuntukkan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, justru kerap diselewengkan oleh oknum yang diberi amanah untuk mengelolanya.
Tujuan dan Aturan Penggunaan Dana Desa
Dana Desa merupakan amanat konstitusional untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan di tingkat paling dasar pemerintahan. Prioritas penggunaannya diarahkan untuk:
- Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
- Peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia
- Penanggulangan kemiskinan secara langsung di desa
Semua kegiatan harus dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), dan pelaksanaannya mengacu pada pedoman teknis dari bupati atau walikota.
Adapun prinsip pelaksanaan kegiatan Dana Desa adalah:
- Swakelola – dilakukan oleh masyarakat sendiri
- Menggunakan bahan baku lokal – untuk mendukung ekonomi desa
- Menyerap tenaga kerja desa – sebagai bentuk pemberdayaan langsung
Dalam kondisi tertentu, Dana Desa dapat digunakan untuk kegiatan non-prioritas, namun harus dengan persetujuan resmi dari kepala daerah, serta memastikan seluruh kebutuhan prioritas telah terpenuhi lebih dulu.
Kasus Korupsi: Cermin Buram Tata Kelola Desa
Dalam beberapa tahun terakhir, Cianjur mengalami lonjakan kasus korupsi dana desa yang melibatkan sejumlah kepala desa. Modusnya beragam: mulai dari proyek fiktif, pengadaan yang dimark-up, laporan palsu, hingga penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.
Detail sejumlah kasus dapat dilihat di slide foto berikut:
Indikasi Dana Desa Dikorupsi: Pola Umum yang Terjadi
Berdasarkan berbagai laporan investigatif dan audit keuangan, berikut adalah indikasi umum bahwa Dana Desa telah atau sedang dikorupsi:
1. Tidak adanya papan informasi kegiatan proyek desa
Transparansi hilang sejak awal. Padahal UU mengharuskan proyek desa diumumkan ke publik.
2. Laporan pertanggungjawaban (LPJ) tidak tersedia atau tidak logis
Banyak kegiatan fiktif, atau anggaran tidak sesuai dengan realisasi fisik di lapangan.
3. Pengerjaan proyek dilakukan oleh pihak luar tanpa pelibatan warga desa
Ini melanggar prinsip swakelola dan menghilangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.
4. Barang atau infrastruktur desa tidak bisa ditemukan
Contohnya: pengadaan ternak, alat pertanian, atau bangunan fisik yang tak pernah ada.
5. Perangkat desa atau Kades mendadak hidup mewah
Gaya hidup yang tidak sebanding dengan pendapatan sah bisa menjadi tanda ada penyimpangan.
6. Warga tidak dilibatkan dalam musyawarah atau perencanaan anggaran
RKPDes disusun secara tertutup oleh elite desa, tanpa partisipasi masyarakat.
7. Program atau kegiatan yang stagnan bertahun-tahun tanpa audit
Kegiatan seperti pelatihan, pemberdayaan BUMDes, dan ketahanan pangan sering hanya formalitas.
8. Dana transfer desa cair, tapi tidak ada kegiatan berjalan
Uang masuk ke rekening desa, tapi tidak ada progres fisik atau sosial apa pun.
Mengapa Ini Terjadi?
Ada beberapa akar masalah mengapa korupsi Dana Desa masih menjamur:
- Rendahnya literasi manajerial dan hukum pada aparat desa
- Minimnya partisipasi warga dalam proses penganggaran dan pelaksanaan
- Tidak berjalannya fungsi pengawasan internal seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
- Kultur permisif terhadap pelanggaran, serta hukuman yang sering tidak memberi efek jera
- Kurangnya pendampingan dan pengawasan dari pemerintah kabupaten
Langkah Penanganan dan Pencegahan
Untuk mencegah agar Dana Desa tidak kembali dijadikan “ladang bancakan”, beberapa strategi krusial harus segera dilaksanakan:
1. Pelatihan rutin aparatur desa mengenai akuntabilitas dan manajemen proyek
2. Transparansi melalui sistem informasi publik desa (misalnya papan proyek dan web anggaran desa)
3. Peran aktif warga dan media lokal dalam mengawasi dan melaporkan penyimpangan
4. Tindak tegas aparat penegak hukum, dengan mempercepat proses investigasi dan pemberian hukuman
5. Evaluasi tahunan menyeluruh oleh inspektorat daerah dan lembaga independen
Peran Kolektif: Warga, Pemerintah, dan Aparat Hukum
- Warga desa harus menyadari bahwa dana yang dikorupsi adalah hak mereka dan karena itu harus berani bersuara.
- Pemerintah daerah tidak boleh hanya hadir saat pencairan, tapi juga rutin melakukan kontrol dan pembinaan.
- Penegak hukum harus memastikan bahwa proses hukum terhadap pelaku tidak berhenti di meja kejaksaan, tapi sampai ke pengembalian kerugian negara.
Kesimpulan: Salah Siapa?
Fenomena korupsi Dana Desa tidak bisa hanya menyalahkan satu orang. Ini adalah cermin dari kolapsnya kontrol sosial, lemahnya pengawasan struktural, dan longgarnya penegakan hukum.
Maka, pertanyaannya bukan sekadar "salah siapa?", tapi "mau sampai kapan?"
Jika tidak ada perubahan sistemik dan kolektif, Dana Desa akan terus menjadi sumber kekayaan pribadi, alih-alih menjadi napas pembangunan desa.