-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Muhammad Yahya Waloni: Dari Pendeta ke Pendakwah Islam

Sabtu, 07 Juni 2025 | 00.41 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-06T17:41:26Z


Nama Lengkap: Muhammad Yahya Waloni
Nama Lahir: Yahya Yopie Waloni
Tempat, Tanggal Lahir: Manado, Sulawesi Utara, 30 November 1970
Tanggal Wafat: 6 Juni 2025
Kewarganegaraan: Indonesia
Agama: Islam (sejak 11 Oktober 2006)
Pekerjaan: Pendakwah, Mantan Dosen, Mantan Pendeta
 
Latar Belakang dan Masa Muda

Muhammad Yahya Waloni, yang lahir dengan nama Yahya Yopie Waloni, merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dalam sebuah keluarga berdarah Minahasa yang beragama Kristen. Ia dibesarkan di Manado, Sulawesi Utara, oleh orang tua yang sangat menjunjung tinggi disiplin. Ayahnya adalah seorang pensiunan tentara dan sempat menjabat sebagai anggota DPRD di salah satu kabupaten baru di Sulawesi Utara.

Di masa mudanya, Yahya dikenal sebagai sosok yang nakal. Ia tidak menutupi masa lalunya, bahkan mengaku pernah memiliki tato di tubuhnya. Untuk menghapus tato-tato tersebut, ia sampai menyetrika kulitnya sendiri, meninggalkan bekas luka yang masih bisa dilihat hingga akhir hayatnya.
 
Pendidikan dan Karier Awal

Yahya menempuh pendidikan tinggi di bidang teologi dan memperoleh gelar doktor dari Institut Theologia Oikumene Imanuel Manado pada 10 Januari 2004. Ia mengklaim pernah menjabat sebagai Rektor Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong pada tahun 2000–2004. Selain itu, ia juga pernah mengajar di Universitas Balikpapan (Uniba) antara tahun 2004 hingga 2006.

Ia dikenal dalam lingkungan gereja sebagai seorang pendeta dan pelayan umum yang terdaftar di Badan Pengelola Am Sinode GKI di Tanah Papua, wilayah VI Sorong-Kaimana. Yahya menetap di Sorong sejak 1997 sebelum akhirnya pindah ke Balikpapan, dan kemudian ke Tolitoli, Sulawesi Tengah, pada Agustus 2006.
 
Perjalanan Spiritual: Masuk Islam

Kehidupan spiritual Yahya mengalami perubahan besar pada tahun 2006. Ia mengaku mendapatkan berbagai tanda dan pengalaman batin sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Salah satu kisah paling mencolok adalah pertemuannya dengan sosok misterius penjual ikan bernama "Sappo", yang terjadi selama tiga hari berturut-turut pada pukul 09.45 WITA. Meski mengaku tidak lulus SD, Sappo disebut oleh Yahya mampu berdiskusi secara mendalam tentang ajaran Islam.

Puncak dari perjalanan spiritual ini terjadi pada malam 17 Ramadan 1427 H (10 Oktober 2006), ketika Yahya bermimpi bertemu sosok berpakaian putih yang mengaku bernama "Lailatulkadar". Pengalaman spiritual tersebut memperkuat keyakinannya untuk berpindah agama.

Akhirnya, pada Rabu, 11 Oktober 2006 pukul 12.00 WITA, Yahya dan istrinya menyatakan dua kalimat syahadat secara resmi di bawah bimbingan Komarudin Sofa, Sekretaris PC Nahdlatul Ulama Tolitoli. Sejak saat itu, namanya menjadi Muhammad Yahya Waloni, dan istrinya, Lusiana, mengganti nama menjadi Mutmainnah. Ketiga anak mereka juga diberi nama baru: Silvana menjadi Nur Hidayah, Sarah menjadi Siti Sarah, dan Zakaria tetap dengan namanya.
 
Aktivitas sebagai Pendakwah

Setelah menjadi mualaf, Yahya mulai aktif berdakwah dengan pendekatan perbandingan agama. Ia dikenal luas di berbagai media sosial dan kanal ceramah daring karena gaya retorikanya yang keras dan blak-blakan, termasuk menyampaikan kritik pedas terhadap tokoh-tokoh ternama, seperti KH Ma’ruf Amin dan Tuan Guru Bajang (TGB). Pernyataan-pernyataannya kerap menuai kontroversi, seperti ketika ia memelesetkan TGB menjadi “Tuan Guru Bajingan”.

Yahya juga mengaku sebagai mantan pendeta dan rektor UKI Papua, meskipun klaim ini sempat dibantah oleh beberapa tokoh Kristen, termasuk Pendeta Ersa Alfred Soru, yang menyebutkan bahwa tidak ada bukti kuat atas klaim Yahya sebagai mantan pendeta resmi.
 
Kehidupan Pribadi dan Kesederhanaan

Setelah hijrah ke Tolitoli, Yahya memulai hidup baru bersama keluarganya dalam kesederhanaan. Mereka menempati rumah kontrakan yang dibantu secara gotong royong oleh masyarakat setempat. Ia mengaku hanya membawa pakaian di badan ketika pindah karena seluruh barang sebelumnya merupakan fasilitas dari gereja. Di rumah kontraknya, nuansa Islam sangat kental terlihat: terdapat kaligrafi Ayat Kursi dan nama Allah-Muhammad yang terpajang di dinding, serta beberapa Al-Qur’an di ruang tamu.
 
Kontroversi dan Kasus Hukum

Pada tahun 2021, Yahya terjerat kasus hukum terkait dugaan penistaan agama. Ia dijatuhi hukuman lima bulan penjara dan resmi bebas pada 31 Januari 2022. Kasus ini memperkuat citranya sebagai tokoh yang tidak lepas dari kontroversi publik.
 
Wafat saat Berdakwah

Muhammad Yahya Waloni wafat pada 6 Juni 2025, saat menyampaikan khotbah Jumat di Masjid Darul Falah, Kompleks Perumahan Minasa, Kecamatan Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.30 WITA, ketika ia tiba-tiba terduduk lemas di atas mimbar pada bagian kedua khutbah dan tidak sadarkan diri. Beliau dinyatakan meninggal dunia tak lama kemudian.

Kabar duka ini mengejutkan banyak pihak, terutama para pengikut dan simpatisannya yang selama ini mengikuti dakwahnya. Yahya Waloni meninggal dalam keadaan sedang menyampaikan dakwah, sebuah akhir hidup yang dianggap mulia oleh sebagian umat Islam.
 
Warisan Pemikiran dan Pengaruh

Muhammad Yahya Waloni meninggalkan warisan pemikiran sebagai pendakwah yang fokus pada dakwah perbandingan agama, meskipun dibalut dengan kontroversi yang tak pernah jauh dari dirinya. Perjalanan hidupnya dari seorang pendeta Kristen menjadi pendakwah Islam telah menginspirasi sebagian kalangan, namun juga menuai kritik dari berbagai pihak karena gaya dakwahnya yang konfrontatif dan provokatif.

Figur Yahya Waloni menjadi gambaran kompleks dari seseorang yang mengalami transformasi spiritual besar dan memilih jalan yang penuh tantangan, baik dari sisi sosial, keluarga, maupun hukum. Hingga akhir hayatnya, namanya tetap menjadi sorotan dalam lanskap dakwah dan wacana keagamaan di Indonesia.
×
Berita Terbaru Update