Dalam kesempatan tersebut, Pramono menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta siap menanggung beban subsidi penumpang dari wilayah penyangga ibu kota seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur. Hal ini sejalan dengan komitmen memperluas akses transportasi publik dan mengurai kemacetan yang semakin parah di kawasan aglomerasi Jakarta.
“Kami akan membuka kurang lebih 10 rute baru. Sekarang yang sudah dibuka lima, akan ada lima lagi, termasuk ke Cianjur,” ujar Pramono dalam forum yang turut dihadiri Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Gubernur Banten Andra Soni, serta Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pramono menjelaskan, kemacetan Jakarta tidak akan selesai jika hanya fokus pada layanan Transjakarta di dalam kota. Ia mengungkapkan bahwa setiap pagi, Jakarta “dibanjiri” oleh sekitar 4,5 juta orang dari wilayah sekitar yang bekerja di ibu kota dan kembali ke tempat tinggalnya masing-masing pada sore hari.
Sebagai bentuk insentif, Pramono menyatakan akan memberikan subsidi penuh kepada 15 golongan masyarakat yang tinggal di luar Jakarta, sebagaimana yang telah berlaku bagi warga ibu kota.
“Nantinya dengan Transjabodetabek ini, untuk warga Bekasi, Depok, Cianjur, Tangerang, Tangerang Selatan, dan sebagainya, kami juga akan gratiskan untuk 15 golongan,” tegasnya.
Subsidi ini, lanjut Pramono, akan ditopang oleh kebijakan fiskal daerah. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah melalui penyesuaian tarif parkir dan penerapan sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP).
“Silakan saja kalau mau bawa mobil, tapi bayar. Sebaliknya, kalau naik transportasi publik, 15 golongan akan gratis. Jadi ada keadilan,” katanya.
Proyek ERP ini sebenarnya telah direncanakan sejak era Gubernur Sutiyoso. Namun Pramono optimistis sistem tersebut bisa segera diterapkan sebagai bagian dari strategi besar mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum.
ERP akan memungut biaya dari kendaraan pribadi yang melintas di ruas jalan tertentu. Seluruh pendapatan dari ERP tersebut akan diarahkan untuk mendukung angkutan massal, termasuk pembiayaan subsidi antardaerah.
“ERP sepenuhnya akan kami gunakan untuk memberikan subsidi bagi warga di luar Jakarta. Maka dengan demikian, ada asas keadilan di sana,” ucap Pramono.
Menurutnya, ini adalah bentuk keadilan mobilitas, mengingat Jakarta menanggung beban besar setiap hari akibat masuknya jutaan warga dari luar kota yang bekerja di ibu kota.
Di sisi lain, pengamat transportasi Muhammad Akbar menilai Jakarta sudah sangat siap untuk menerapkan sistem ERP. Ia menyebut tidak ada kendala regulasi yang menghambat implementasi sistem ini.
“Artinya, secara regulasi tidak ada lagi alasan untuk menunda,” kata Akbar.
Ia menambahkan, infrastruktur transportasi publik di Jakarta saat ini sudah cukup matang, mulai dari MRT, LRT, Transjakarta, hingga Mikrotrans. Semua moda tersebut telah terkoneksi baik secara fisik maupun tarif.
“Jika semua prasyarat sudah terpenuhi, maka hambatan terbesar bukan lagi soal teknis. Tantangan utamanya kini adalah keberanian politik dan kesiapan masyarakat menerima perubahan,” pungkasnya.
Langkah Pramono ini menandai babak baru integrasi transportasi lintas wilayah di kawasan megapolitan Jabodetabek dan sekitarnya, termasuk Cianjur yang selama ini kurang tersentuh oleh layanan transportasi massal langsung ke Jakarta.