Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Jembatan Parigi, Kampung Parigi, Desa Sindangsari, Kecamatan Leles, Kabupaten Cianjur, kini memasuki babak baru. Kepolisian Resor (Polres) Cianjur melalui jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) menetapkan sebanyak 16 anak di bawah umur sebagai tersangka dalam peristiwa yang terjadi pada Jumat malam, 18 Juli 2025, sekitar pukul 22.00 WIB tersebut.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, dalam doorstop resmi kepada awak media, Kamis (24/7/2025). Ia mengungkapkan bahwa penetapan para tersangka dilakukan usai dilakukan gelar perkara berdasarkan alat bukti dan keterangan yang terkumpul.
Rincian Peran Para Tersangka
Seluruh tersangka merupakan anak berusia 13 hingga 15 tahun yang memiliki peran berbeda-beda dalam kejadian tersebut:
Selain itu, delapan anak lainnya yaitu RS (14), RA (14), RF (14), AM (14), RP (14), MR (14), PN (14), dan MF (14) berperan sebagai penonton, namun turut memberikan dukungan secara pasif terhadap aksi kekerasan tersebut.
Dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak
Penyidik menjerat para pelaku dengan Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukuman untuk pelaku bisa mencapai 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp3 miliar,” ujar AKP Tono.
Barang Bukti Diamankan
Dari lokasi kejadian, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa:
AKP Tono menambahkan bahwa meski para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, proses penyidikan dilakukan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat seluruh pelaku masih berstatus anak.
“Kami sangat menyayangkan peristiwa ini. Harapan kami, kejadian serupa tidak terulang kembali di wilayah hukum Polres Cianjur. Proses penyidikan dilakukan secara hati-hati, tetap mengacu pada sistem peradilan pidana anak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya orang tua dan pihak sekolah, untuk lebih memperhatikan aktivitas anak-anak, terutama dalam penggunaan media sosial dan potensi pergaulan yang berujung kekerasan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak untuk turut serta dalam pengawasan serta pembinaan karakter anak-anak di lingkungan masing-masing agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminal yang berdampak hukum dan masa depan mereka.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, dalam doorstop resmi kepada awak media, Kamis (24/7/2025). Ia mengungkapkan bahwa penetapan para tersangka dilakukan usai dilakukan gelar perkara berdasarkan alat bukti dan keterangan yang terkumpul.
Rincian Peran Para Tersangka
Seluruh tersangka merupakan anak berusia 13 hingga 15 tahun yang memiliki peran berbeda-beda dalam kejadian tersebut:
- AZ (15) berperan mendorong temannya untuk berkelahi dan menonton di lokasi kejadian.
- AN (14) membawa sepeda motor yang digunakan dalam peristiwa tersebut.
- FD (13) dan RA (14) berperan merekam kejadian, RA juga membawa motor.
- BG (13) turut terlibat dalam perkelahian dan membawa motor.
- MN (13) merupakan pelaku yang ikut berkelahi sekaligus mengajak teman-temannya untuk bertikai.
- SS (14) merekam aksi serta turut mengajak dalam kekerasan.
- MH (14) ikut berkelahi di tempat kejadian.
Selain itu, delapan anak lainnya yaitu RS (14), RA (14), RF (14), AM (14), RP (14), MR (14), PN (14), dan MF (14) berperan sebagai penonton, namun turut memberikan dukungan secara pasif terhadap aksi kekerasan tersebut.
Dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak
Penyidik menjerat para pelaku dengan Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukuman untuk pelaku bisa mencapai 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp3 miliar,” ujar AKP Tono.
Barang Bukti Diamankan
Dari lokasi kejadian, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa:
- 5 unit telepon genggam dari berbagai merek yang digunakan untuk merekam dan menyebarkan video kekerasan,
- 1 set pakaian milik korban.
AKP Tono menambahkan bahwa meski para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, proses penyidikan dilakukan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat seluruh pelaku masih berstatus anak.
“Kami sangat menyayangkan peristiwa ini. Harapan kami, kejadian serupa tidak terulang kembali di wilayah hukum Polres Cianjur. Proses penyidikan dilakukan secara hati-hati, tetap mengacu pada sistem peradilan pidana anak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya orang tua dan pihak sekolah, untuk lebih memperhatikan aktivitas anak-anak, terutama dalam penggunaan media sosial dan potensi pergaulan yang berujung kekerasan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak untuk turut serta dalam pengawasan serta pembinaan karakter anak-anak di lingkungan masing-masing agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminal yang berdampak hukum dan masa depan mereka.