-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Cai Ngalir Teu Kungsi Mulang, Waktu Kaliwat Moal Datang Deui

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 08.48 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-23T01:48:00Z


Dalam kearifan Sunda, terdapat pepatah yang penuh makna: “Cai ngalir teu kungsi mulang, waktu kaliwat moal datang deui.” Air yang mengalir tak pernah kembali, dan waktu yang sudah lewat tak akan pernah terulang. Ungkapan sederhana ini menyimpan filosofi kehidupan yang begitu dalam: setiap detik yang berlalu adalah kesempatan yang tak ternilai, dan bila terbuang, ia hilang untuk selamanya.

Hidup sering kali membuat kita terlena, merasa waktu masih panjang, seakan hari esok pasti hadir. Padahal, sebagaimana air sungai yang terus mengalir tanpa henti, waktu pun bergerak tanpa menunggu siapa pun. Setiap detik yang lewat tidak bisa ditarik kembali, tak bisa diganti, dan tak bisa diulang. Inilah yang membuat waktu begitu berharga, lebih berharga dari harta benda sekalipun.

Filosofi Sunda mengajarkan bahwa manusia harus mampu ngajaga waktu (menjaga waktu) dengan sebaik-baiknya. Mengabaikan waktu sama dengan mengabaikan kehidupan itu sendiri. Kesempatan yang datang hari ini belum tentu akan hadir kembali esok. Maka, setiap hari sejatinya adalah anugerah baru yang harus diisi dengan hal-hal yang bermakna, bermanfaat, dan penuh kesadaran.

Kita bisa belajar dari perjalanan air. Walau ia terus mengalir, setiap alirannya memberi kehidupan: menyuburkan sawah, memberi minum manusia, bahkan menjadi sumber daya bagi alam sekitar. Begitu pula manusia—setiap langkah hidupnya seharusnya memberi arti, bukan sekadar lewat tanpa bekas.

Momen yang telah berlalu memang tak akan kembali, tapi ia meninggalkan jejak yang dapat dijadikan pelajaran. Maka, bijaklah memanfaatkan waktu sebelum ia benar-benar habis. Jangan sampai menyesal ketika menyadari bahwa waktu telah meninggalkan kita, sementara kita belum meninggalkan jejak yang berarti.

Pepatah Sunda ini bukan hanya pengingat, tetapi juga dorongan agar kita hidup lebih eling (sadar), wawas diri (introspeksi), dan tarékah (berusaha). Karena pada akhirnya, hidup bukan soal berapa lama kita berjalan, tetapi seberapa bermakna tapak yang kita tinggalkan.
×
Berita Terbaru Update