Gelombang demonstrasi di berbagai kota besar Indonesia kini menjadi perbincangan hangat. Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, hingga Palembang menyaksikan gedung-gedung parlemen diserang, fasilitas publik dirusak, bahkan penjarahan terjadi di tengah amarah massa. Semua bermula dari keresahan atas kebijakan elit, namun berujung pada luka sosial yang lebih dalam.
Sebagai orang Cianjur, kita wajib bercermin. Apakah kita ingin melihat Alun-Alun Cianjur, Masjid Agung, atau kantor pemerintahan kita luluh lantak hanya karena amarah tak terkendali?
Belajar dari Kota Lain
Di banyak kota, demo awalnya damai. Anak muda, mahasiswa, buruh, hingga ojol hadir dengan semangat memperjuangkan hak. Tetapi, begitu ada provokator yang menyusup, suasana berubah. Batu beterbangan, api dinyalakan, toko-toko dijarah. Yang rugi siapa? Justru rakyat kecil. Pedagang pasar, pemilik warung, hingga tukang ojek yang mencari makan dari jalanan ikut menjadi korban.
Cianjur, dengan masyarakatnya yang dikenal someah hade ka semah, jangan sampai mengulang kesalahan itu. Kita punya tradisi kearifan lokal Sunda yang mengedepankan musyawarah, silih asih, silih asah, silih asuh. Jangan biarkan nilai itu runtuh hanya karena provokasi sesaat.
Provokasi Adalah Bahaya Nyata
Isu provokator bukan mitos. Dari berbagai laporan, selalu ada pihak yang sengaja memancing kerusuhan. Entah karena kepentingan politik, entah karena ingin menciptakan kekacauan, atau sekadar menunggangi situasi untuk keuntungan pribadi.
Cianjur harus waspada. Jangan mudah terprovokasi isu di media sosial yang belum tentu benar. Jangan ikut-ikutan turun ke jalan hanya karena viral, tanpa tahu siapa yang menggerakkan. Ingat, satu lemparan batu bisa mengubah citra Cianjur yang damai menjadi kota ricuh.
Aspirasi Tetap Bisa Disampaikan
Bukan berarti Cianjur harus diam. Aspirasi tetap penting disampaikan, kritik tetap sah diutarakan. Namun semua itu bisa dilakukan dengan tertib, dengan cara yang menjaga marwah Cianjur sebagai kota santri. Bukankah dari dulu para ulama mengajarkan bahwa marah itu boleh, tapi jangan sampai marah merusak diri dan orang lain?
Menutup
Hari ini kita dihadapkan pada pilihan: ikut terbakar amarah seperti kota lain, atau menjaga agar Cianjur tetap teduh. Sejarah akan mencatat pilihan kita. Semoga Cianjur selalu dikenal sebagai kota yang damai, religius, dan bermartabat—bukan kota yang hancur karena provokasi.