Mengurai Klaim Sumber Air Perusahaan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) di Indonesia
Dugaan bahwa produsen air minum dalam kemasan (AMDK) mengambil air dari sumur bor bukan dari mata air terbuka seperti klaim pemasaran bukan sekadar isu teknis kecil. Ia memantik kekhawatiran lingkungan, klaim konsumen, dan tekanan regulator setelah sidak Gubernur Jawa Barat ke pabrik PT Tirta Investama (Aqua) di Subang yang viral pada 22 Oktober 2025. Kasus ini membuka persoalan besar: apa tepatnya yang dimaksud perusahaan ketika menyebut “air pegunungan” atau “sumber mata air terpilih”, dan apakah praktik pengeboran air tanah oleh AMDK telah sesuai perizinan dan tidak merugikan masyarakat di sekitar?
AMDK: definisi singkat dan mengapa sumber air penting
AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) adalah kategori produk minuman yang bahan bakunya adalah air yang dijaga mutu dan kebersihannya hingga dikemas dan diedarkan. Bagi konsumen, label seperti “air pegunungan”, “sumber alami”, atau “mata air” memberi persepsi kualitas, kemurnian, dan seringkali eksklusivitas sumber. Secara teknis, “mata air” (spring) berbeda dari “sumur bor” (pumping well). Mata air adalah titik keluarnya air ke permukaan; sumur bor menarik air dari lapisan akuifer melalui pengeboran dan pompa. Perbedaan ini esensial untuk risiko lingkungan dan hak atas air masyarakat di sekitarnya.
Fakta lapangan: apa yang terungkap di Subang (kasus Aqua)
Inspeksi mendadak oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi ke pabrik Aqua di Subang pada 22 Oktober 2025 memicu kontroversi ketika perwakilan pabrik menyatakan sumber air berasal dari “bawah tanah” dan diambil “dengan cara bor”. Video sidak yang viral memperlihatkan percakapan antara Gubernur dan perwakilan perusahaan, dan menyulut pertanyaan publik tentang hak masyarakat, dampak lingkungan, dan kejujuran klaim pemasaran. Aqua lalu merilis klarifikasi resmi menyatakan sumbernya adalah akuifer dalam (kedalaman yang diklaim 60–140 meter) dan bahwa pengambilan dilakukan sesuai studi ilmiah serta perizinan. Pernyataan perusahaan ini memperjelas bahwa ekstraksi dilakukan lewat pengeboran, namun menegaskan karakteristik akuifer yang mereka klaim terlindungi lapisan kedap.
Hukum & perizinan: kerangka yang mengatur pengambilan air tanah
Dalam dua tahun terakhir Indonesia menata ulang proses perizinan pengusahaan air tanah. Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 menjadi landasan utama perizinan SIPA (Surat Izin Pengusahaan Air Tanah) dan mensyaratkan kajian teknis hidrogeologi serta evaluasi oleh Badan Geologi/ESDM untuk setiap aplikasi. Selain itu, Perizinan Sumber Daya Air kini juga terekam dalam portal SIP SDA (PUPR) yang menjadi rujukan resmi untuk perizinan penggunaan sumber daya air permukaan dan/atau perizinan teknis lain. Pada praktiknya pemerintah mencatat adanya ribuan izin pengusahaan air tanah yang diterbitkan sejak akhir 2024 hingga Oktober 2025 angka ini menunjukkan betapa luasnya kegiatan pengambilan air tanah oleh berbagai pihak, termasuk industri AMDK. Namun penerbitan izin tidak otomatis menghapus kekhawatiran jika monitoring dan transparansi pelaksanaan lemah.
Teknis: perbedaan nyata antara “akuifer dalam” dan “sumur bor dangkal”
Akuifer dalam: lapisan batuan/sedimen jenuh yang terletak puluhan hingga ratusan meter di bawah permukaan, sering terlindungi oleh lapisan kedap (clay/bedrock). Pengambilan dari sini biasanya memerlukan bor dalam dan pompa besar; dampak pada muka air dangkal cenderung lebih lambat terlihat tetapi bergantung pada konektivitas hidraulik.
Sumur bor dangkal: kedalaman relatif kecil; rentan terhadap pengaruh muka air permukaan, polusi, dan fluktuasi musiman. Pengambilan besar dari sumur dangkal cenderung cepat menurunkan muka air dan berdampak pada sumur domestik warga.
Klaim perusahaan bahwa mereka mengambil “dari akuifer dalam” harus didukung dokumen seperti SIPA yang memuat koordinat, kedalaman, kuota izin (m³/hari atau m³/tahun), hasil uji pompa (pumping test), dan rekomendasi Badan Geologi. Tanpa dokumen itu, klaim pemasaran mudah disalahtafsirkan.
Verifikasi: bukti primer yang menentukan kebenaran klaim sumber air
Untuk menyatakan dengan pasti apakah sebuah pabrik AMDK mengambil air dari mata air terbuka atau sumur bor/akuifer, dokumen berikut adalah kunci dan harus tersedia untuk publik (atau diminta melalui mekanisme PPID):
Laporan pemakaian / meter reading berkala membandingkan realisasi pemakaian dengan kuota izin.
Ketersediaan dan keterbukaan dokumen ini menjadi tolok ukur kepatuhan administratif dan transparansi lingkungan. Jika salah satu dokumen tidak dapat ditunjukkan, klaim “mata air” perlu dipandang skeptis sampai ada bukti teknis.
Kasus Aqua (Subang): apa saja yang harus diverifikasi publik dan regulator?
Berkaca pada sidak Subang, pemeriksaan harus fokus pada beberapa pertanyaan terbuka:
Ketika warga sekitar menyatakan tidak merasakan manfaat atau bahkan mengkhawatirkan penurunan air tanah, narasi perusahaan tentang “sumber terjaga” tidak lagi cukup. Kasus-kasus di daerah lain menunjukkan bahwa pengeboran intensif tanpa mitigasi dan kompensasi dapat memicu konflik sosial, gangguan air baku domestik, serta penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, klaim pemasaran yang ambigu berisiko menyesatkan konsumen dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap industri AMDK secara luas.
Transparansi, akuntabilitas, dan rekomendasi kebijakan (investigasi & tindak lanjut)
Berdasarkan temuan umum, kami merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk regulator, perusahaan, media, dan masyarakat sipil:
Untuk perusahaan AMDK:
Untuk media & jurnalis investigasi:
Untuk publik & konsumen:
Kesimpulan
Klaim bahwa AMDK “mengambil dari sumur bor” bukanlah tuduhan kosong: dalam praksis teknik pengambilan air bawah tanah lewat pengeboran memang lazim dan, dalam banyak kasus, legal bila didukung izin dan kajian yang memadai. Persoalan nyata sekarang bukan hanya “apakah mereka menbor?”, melainkan: sejauh mana praktik itu transparan, diawasi secara kredibel, dan tidak mengorbankan hak air masyarakat sekitar? Regulasi terbaru memberi kerangka — tetapi tanpa transparansi dan penegakan, kerangka itu tetap kertas belaka. Kepercayaan konsumen dan keberlanjutan sumber daya air nasional menuntut lebih dari sekadar klaim pemasaran yang manis: ia menuntut bukti, dokumentasi publik, dan akuntabilitas nyata.
Referensi (judul — tanggal publikasi / tahun)
Dugaan bahwa produsen air minum dalam kemasan (AMDK) mengambil air dari sumur bor bukan dari mata air terbuka seperti klaim pemasaran bukan sekadar isu teknis kecil. Ia memantik kekhawatiran lingkungan, klaim konsumen, dan tekanan regulator setelah sidak Gubernur Jawa Barat ke pabrik PT Tirta Investama (Aqua) di Subang yang viral pada 22 Oktober 2025. Kasus ini membuka persoalan besar: apa tepatnya yang dimaksud perusahaan ketika menyebut “air pegunungan” atau “sumber mata air terpilih”, dan apakah praktik pengeboran air tanah oleh AMDK telah sesuai perizinan dan tidak merugikan masyarakat di sekitar?
AMDK: definisi singkat dan mengapa sumber air penting
AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) adalah kategori produk minuman yang bahan bakunya adalah air yang dijaga mutu dan kebersihannya hingga dikemas dan diedarkan. Bagi konsumen, label seperti “air pegunungan”, “sumber alami”, atau “mata air” memberi persepsi kualitas, kemurnian, dan seringkali eksklusivitas sumber. Secara teknis, “mata air” (spring) berbeda dari “sumur bor” (pumping well). Mata air adalah titik keluarnya air ke permukaan; sumur bor menarik air dari lapisan akuifer melalui pengeboran dan pompa. Perbedaan ini esensial untuk risiko lingkungan dan hak atas air masyarakat di sekitarnya.
Fakta lapangan: apa yang terungkap di Subang (kasus Aqua)
Inspeksi mendadak oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi ke pabrik Aqua di Subang pada 22 Oktober 2025 memicu kontroversi ketika perwakilan pabrik menyatakan sumber air berasal dari “bawah tanah” dan diambil “dengan cara bor”. Video sidak yang viral memperlihatkan percakapan antara Gubernur dan perwakilan perusahaan, dan menyulut pertanyaan publik tentang hak masyarakat, dampak lingkungan, dan kejujuran klaim pemasaran. Aqua lalu merilis klarifikasi resmi menyatakan sumbernya adalah akuifer dalam (kedalaman yang diklaim 60–140 meter) dan bahwa pengambilan dilakukan sesuai studi ilmiah serta perizinan. Pernyataan perusahaan ini memperjelas bahwa ekstraksi dilakukan lewat pengeboran, namun menegaskan karakteristik akuifer yang mereka klaim terlindungi lapisan kedap.
Hukum & perizinan: kerangka yang mengatur pengambilan air tanah
Dalam dua tahun terakhir Indonesia menata ulang proses perizinan pengusahaan air tanah. Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 menjadi landasan utama perizinan SIPA (Surat Izin Pengusahaan Air Tanah) dan mensyaratkan kajian teknis hidrogeologi serta evaluasi oleh Badan Geologi/ESDM untuk setiap aplikasi. Selain itu, Perizinan Sumber Daya Air kini juga terekam dalam portal SIP SDA (PUPR) yang menjadi rujukan resmi untuk perizinan penggunaan sumber daya air permukaan dan/atau perizinan teknis lain. Pada praktiknya pemerintah mencatat adanya ribuan izin pengusahaan air tanah yang diterbitkan sejak akhir 2024 hingga Oktober 2025 angka ini menunjukkan betapa luasnya kegiatan pengambilan air tanah oleh berbagai pihak, termasuk industri AMDK. Namun penerbitan izin tidak otomatis menghapus kekhawatiran jika monitoring dan transparansi pelaksanaan lemah.
Teknis: perbedaan nyata antara “akuifer dalam” dan “sumur bor dangkal”
Akuifer dalam: lapisan batuan/sedimen jenuh yang terletak puluhan hingga ratusan meter di bawah permukaan, sering terlindungi oleh lapisan kedap (clay/bedrock). Pengambilan dari sini biasanya memerlukan bor dalam dan pompa besar; dampak pada muka air dangkal cenderung lebih lambat terlihat tetapi bergantung pada konektivitas hidraulik.
Sumur bor dangkal: kedalaman relatif kecil; rentan terhadap pengaruh muka air permukaan, polusi, dan fluktuasi musiman. Pengambilan besar dari sumur dangkal cenderung cepat menurunkan muka air dan berdampak pada sumur domestik warga.
Klaim perusahaan bahwa mereka mengambil “dari akuifer dalam” harus didukung dokumen seperti SIPA yang memuat koordinat, kedalaman, kuota izin (m³/hari atau m³/tahun), hasil uji pompa (pumping test), dan rekomendasi Badan Geologi. Tanpa dokumen itu, klaim pemasaran mudah disalahtafsirkan.
Verifikasi: bukti primer yang menentukan kebenaran klaim sumber air
Untuk menyatakan dengan pasti apakah sebuah pabrik AMDK mengambil air dari mata air terbuka atau sumur bor/akuifer, dokumen berikut adalah kunci dan harus tersedia untuk publik (atau diminta melalui mekanisme PPID):
- SIPA (Surat Izin Pengusahaan Air Tanah) — berisi koordinat sumur, kedalaman, volume yang diizinkan, masa berlaku.
- Rekomendasi teknis Badan Geologi / Dinas SDA — menjelaskan tipe akuifer, kedalaman, lapisan pelindung.
- AMDAL / UKL-UPL — analisis dampak hidrologi dan sosial, lampiran studi hidrogeologi.
- Laporan uji pompa (pumping test) dan monitoring muka air — bukti empiris pengaruh ekstraksi.
Ketersediaan dan keterbukaan dokumen ini menjadi tolok ukur kepatuhan administratif dan transparansi lingkungan. Jika salah satu dokumen tidak dapat ditunjukkan, klaim “mata air” perlu dipandang skeptis sampai ada bukti teknis.
Kasus Aqua (Subang): apa saja yang harus diverifikasi publik dan regulator?
Berkaca pada sidak Subang, pemeriksaan harus fokus pada beberapa pertanyaan terbuka:
- Apakah PT Tirta Investama (Aqua) memiliki SIPA yang spesifik untuk titik pengeboran di lokasi pabrik Subang? Bila ada, apakah SIPA mencantumkan kedalaman bor 60–140 m seperti klaim perusahaan? (dokumen ini menjadi bukti primer).
- Adakah rekomendasi Badan Geologi / laporan hidrogeologi yang menyangga klaim “akuifer dalam” dan keberadaan lapisan kedap yang melindungi akuifer itu? Rekomendasi ini menjelaskan apakah suatu pemboran berisiko menurunkan muka air di sekitar.
- Apakah hasil uji pompa dan monitoring muka air di sekeliling pabrik tersedia (baik untuk publik maupun regulator)? Ini menunjukkan apakah ada dampak nyata pada sumur warga.
- Apakah klaim pemasaran (mis. “air pegunungan”) menyesatkan konsumen jika air diambil lewat bor? Ini menjadi domain perlindungan konsumen — BPKN telah menyatakan akan memanggil pihak perusahaan untuk klarifikasi dan investigasi.
- Dampak sosial-lingkungan dan persepsi publik
Ketika warga sekitar menyatakan tidak merasakan manfaat atau bahkan mengkhawatirkan penurunan air tanah, narasi perusahaan tentang “sumber terjaga” tidak lagi cukup. Kasus-kasus di daerah lain menunjukkan bahwa pengeboran intensif tanpa mitigasi dan kompensasi dapat memicu konflik sosial, gangguan air baku domestik, serta penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, klaim pemasaran yang ambigu berisiko menyesatkan konsumen dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap industri AMDK secara luas.
Transparansi, akuntabilitas, dan rekomendasi kebijakan (investigasi & tindak lanjut)
Berdasarkan temuan umum, kami merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk regulator, perusahaan, media, dan masyarakat sipil:
- Untuk regulator (ESDM, PUPR, Dinas SDA, Dinas Lingkungan Hidup):
- Publikasikan database SIPA yang mudah dicari publik (nama perusahaan, koordinat sumur, kedalaman, kuota izin, lampiran hidrogeologi).
- Wajibkan laporan monitoring muka air publik berkala untuk seluruh izin pengusahaan air tanah, dan sanksi tegas bila pelaporan tidak dilakukan.
- Perkuat mekanisme verifikasi pra-izin: pastikan uji pompa dan kajian dampak jangka panjang menjadi syarat final pemberian izin.
Untuk perusahaan AMDK:
- Publikasikan dokumen teknis ringkasan (SIPA, uji pompa, ringkasan AMDAL/UKL-UPL, rencana mitigasi) di portal transparansi perusahaan.
- Lakukan dialog dan kompensasi nyata untuk komunitas terdampak; rangkul mekanisme ADR (alternative dispute resolution) bila ada sengketa.
Untuk media & jurnalis investigasi:
- Verifikasi klaim pemasaran: tanyakan bukti teknis (SIPA, rekomendasi Badan Geologi, pumping test).
- Gunakan metode jurnalistik lapangan: wawancara warga, foto sumur, bandingkan data pemakaian vs izin.
Untuk publik & konsumen:
- Tuntut transparansi: sebagai konsumen Anda berhak tahu asal air yang Anda bayar — apakah mata air terbuka atau air diambil dari bor.
- Laporkan indikasi gangguan air rumah tangga ke Dinas terkait agar dipantau.
Klaim bahwa AMDK “mengambil dari sumur bor” bukanlah tuduhan kosong: dalam praksis teknik pengambilan air bawah tanah lewat pengeboran memang lazim dan, dalam banyak kasus, legal bila didukung izin dan kajian yang memadai. Persoalan nyata sekarang bukan hanya “apakah mereka menbor?”, melainkan: sejauh mana praktik itu transparan, diawasi secara kredibel, dan tidak mengorbankan hak air masyarakat sekitar? Regulasi terbaru memberi kerangka — tetapi tanpa transparansi dan penegakan, kerangka itu tetap kertas belaka. Kepercayaan konsumen dan keberlanjutan sumber daya air nasional menuntut lebih dari sekadar klaim pemasaran yang manis: ia menuntut bukti, dokumentasi publik, dan akuntabilitas nyata.
Referensi (judul — tanggal publikasi / tahun)
- Catatan: semua sumber dapat diakses publik; jika tidak tercantum tanggal publikasi pada laman, tercantum tanggal akses (26 Oktober 2025).
- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan sidak ke PT Tirta Investama (Aqua) Pabrik Subang — unggahan Instagram dan liputan terkait. (Video sidak diunggah 22 Oktober 2025). (instagram.com)
- “Poin-poin Sanggahan Aqua soal Sumber Air yang Dipersoalkan Dedi Mulyadi”, Tempo — 22 Oktober 2025. (tempo.co)
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Penggunaan Air Tanah — (ditetapkan 2 Desember 2024; JDIH ESDM). (jdih.esdm.go.id)
- SIP SDA — Sistem Informasi Perizinan Sumber Daya Air (Perizinansda.pu.go.id) — portal resmi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR (panduan & layanan publik). (Diakses 26 Oktober 2025). (perizinansda.pu.go.id)
- “Per 17 Oktober, Pemerintah Terbitkan 4.700 Izin Pengusahaan Air Tanah”, CNBC Indonesia — 24 Oktober 2025. (CNBC Indonesia)
- “Danone (Aqua) Jelaskan soal Sumber Air Aqua usai Sidak Dedi Mulyadi”, Tempo / Nasional — 22 Oktober 2025. (nasional.tempo.co)
- Liputan BPKN: ‘Air Aqua Ternyata dari Sumur Bor? BPKN Gerak Cepat’, Suara.com — 23 Oktober 2025. (Suarasulsel.id)
- Panduan Penataan Izin Pengusahaan Air Tanah — Badan Geologi (Kementerian ESDM) — publikasi panduan (2 Juni 2025). (geologi.esdm.go.id)
