Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menyampaikan bahwa pemerintah telah menerima 49 nama calon pahlawan nasional yang dinilai layak mendapatkan anugerah dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2025. Dari jumlah tersebut, 24 nama masuk dalam daftar prioritas, termasuk mantan Presiden Soeharto.
Fadli menjelaskan bahwa proses pengusulan gelar pahlawan nasional merupakan proses berlapis yang dimulai dari masyarakat di tingkat kabupaten dan kota, kemudian diteruskan ke tingkat provinsi hingga ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) serta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial.
“Proses ini benar-benar dari bawah. Dari masyarakat, kabupaten, kota, provinsi, lalu dilakukan kajian akademik dan ilmiah. Semua nama yang masuk memenuhi syarat perjuangan dan jasa luar biasa bagi bangsa,” ujar Fadli dalam konferensi pers di Jakarta. Rabu (5/11/2025)
Menurutnya, dari 49 nama yang diajukan tahun ini, 9 di antaranya merupakan carry over atau usulan yang telah diajukan pada tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah nama bahkan telah diusulkan sejak tahun 2011 dan 2015.
Fadli menegaskan, semua kandidat telah melalui uji kelayakan akademik dan historis, termasuk Soeharto yang disebut memiliki peran besar dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menjadi salah satu tonggak pengakuan dunia terhadap eksistensi Republik Indonesia saat itu.
“Pak Harto sebagai komandan Serangan Umum 1 Maret punya jasa besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Itu fakta sejarah yang harus dilihat secara objektif,” tegasnya.
Fadli juga menolak anggapan yang menyebut Soeharto tidak layak mendapat gelar pahlawan karena dugaan pelanggaran HAM.
“Tidak pernah ada bukti bahwa beliau pelaku genosida. Kita bicara sejarah berdasarkan fakta dan data. Kalau ada bukti, mana? Tidak ada,” katanya.
Presiden Prabowo Dorong Revitalisasi Keraton dan Cagar Budaya
Dalam kesempatan yang sama, Fadli juga mengungkapkan pesan Presiden Prabowo Subianto agar kementeriannya memberikan perhatian serius pada pelestarian istana, keraton, dan cagar budaya di seluruh Indonesia.
“Presiden berpesan agar keraton-keraton diperbaiki dan direvitalisasi karena itu warisan budaya penting bangsa,” ungkap Fadli.
Ia menambahkan, Kementerian Kebudayaan kini tengah menghidupkan kembali Direktorat Sejarah, yang sebelumnya sempat nonaktif. Langkah ini dilakukan agar penulisan sejarah nasional dapat dilakukan secara menyeluruh dan ilmiah oleh sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia.
“Direktorat Sejarah sudah kami hidupkan kembali karena sejarah itu penting. Sekarang sedang dalam proses editing naskah, dan mudah-mudahan bulan depan selesai,” jelasnya.
Selain buku sejarah nasional, Fadli juga menargetkan penulisan berbagai karya sejarah tematik, seperti sejarah perempuan dalam kemerdekaan, Majapahit, Pajajaran, dan Sriwijaya, yang akan disusun tahun depan.
Gagasan “Out of Nusantara” Tantang Teori Asal-Usul Manusia
Menariknya, Fadli juga menyinggung gagasannya tentang teori “Out of Nusantara”, yang menantang teori arus utama “Out of Africa” mengenai asal-usul manusia modern.
Menurutnya, temuan-temuan arkeologis di Indonesia seperti lukisan purba di Maros-Pangkep, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan menunjukkan bahwa peradaban manusia di Nusantara sudah berkembang sejak 60.000 tahun lalu.
“Bisa jadi nenek moyang kita bermigrasi menggunakan perahu. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa asal-usul manusia bisa jadi dari Nusantara, bukan hanya dari Afrika,” katanya.
Fadli menjelaskan bahwa proses pengusulan gelar pahlawan nasional merupakan proses berlapis yang dimulai dari masyarakat di tingkat kabupaten dan kota, kemudian diteruskan ke tingkat provinsi hingga ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) serta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial.
“Proses ini benar-benar dari bawah. Dari masyarakat, kabupaten, kota, provinsi, lalu dilakukan kajian akademik dan ilmiah. Semua nama yang masuk memenuhi syarat perjuangan dan jasa luar biasa bagi bangsa,” ujar Fadli dalam konferensi pers di Jakarta. Rabu (5/11/2025)
Menurutnya, dari 49 nama yang diajukan tahun ini, 9 di antaranya merupakan carry over atau usulan yang telah diajukan pada tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah nama bahkan telah diusulkan sejak tahun 2011 dan 2015.
Fadli menegaskan, semua kandidat telah melalui uji kelayakan akademik dan historis, termasuk Soeharto yang disebut memiliki peran besar dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menjadi salah satu tonggak pengakuan dunia terhadap eksistensi Republik Indonesia saat itu.
“Pak Harto sebagai komandan Serangan Umum 1 Maret punya jasa besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Itu fakta sejarah yang harus dilihat secara objektif,” tegasnya.
Fadli juga menolak anggapan yang menyebut Soeharto tidak layak mendapat gelar pahlawan karena dugaan pelanggaran HAM.
“Tidak pernah ada bukti bahwa beliau pelaku genosida. Kita bicara sejarah berdasarkan fakta dan data. Kalau ada bukti, mana? Tidak ada,” katanya.
Presiden Prabowo Dorong Revitalisasi Keraton dan Cagar Budaya
Dalam kesempatan yang sama, Fadli juga mengungkapkan pesan Presiden Prabowo Subianto agar kementeriannya memberikan perhatian serius pada pelestarian istana, keraton, dan cagar budaya di seluruh Indonesia.
“Presiden berpesan agar keraton-keraton diperbaiki dan direvitalisasi karena itu warisan budaya penting bangsa,” ungkap Fadli.
Ia menambahkan, Kementerian Kebudayaan kini tengah menghidupkan kembali Direktorat Sejarah, yang sebelumnya sempat nonaktif. Langkah ini dilakukan agar penulisan sejarah nasional dapat dilakukan secara menyeluruh dan ilmiah oleh sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia.
“Direktorat Sejarah sudah kami hidupkan kembali karena sejarah itu penting. Sekarang sedang dalam proses editing naskah, dan mudah-mudahan bulan depan selesai,” jelasnya.
Selain buku sejarah nasional, Fadli juga menargetkan penulisan berbagai karya sejarah tematik, seperti sejarah perempuan dalam kemerdekaan, Majapahit, Pajajaran, dan Sriwijaya, yang akan disusun tahun depan.
Gagasan “Out of Nusantara” Tantang Teori Asal-Usul Manusia
Menariknya, Fadli juga menyinggung gagasannya tentang teori “Out of Nusantara”, yang menantang teori arus utama “Out of Africa” mengenai asal-usul manusia modern.
Menurutnya, temuan-temuan arkeologis di Indonesia seperti lukisan purba di Maros-Pangkep, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan menunjukkan bahwa peradaban manusia di Nusantara sudah berkembang sejak 60.000 tahun lalu.
“Bisa jadi nenek moyang kita bermigrasi menggunakan perahu. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa asal-usul manusia bisa jadi dari Nusantara, bukan hanya dari Afrika,” katanya.