-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tiga Tahun Pasca Gempa Cianjur, Keluarga di Cijedil Masih Tinggal di Tenda Darurat

Jumat, 07 November 2025 | 08.31 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-08T01:34:41Z
Gempa Cianjur 2022


Tiga tahun sudah berlalu sejak gempa bumi mengguncang Kabupaten Cianjur pada 21 November 2022 silam. Namun, luka dan trauma akibat peristiwa tersebut masih membekas dalam kehidupan para korban, termasuk keluarga Dadang (36) dan Fitria (31) bersama dua anaknya yang hingga kini masih bertahan hidup di hunian sementara.

Mereka tinggal di Kampung Pameungpeuk, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, salah satu wilayah yang paling parah terdampak gempa. Rumah keluarga kecil ini hancur total saat peristiwa itu terjadi. Sejak saat itu, mereka menempati hunian darurat berbahan dasar kayu dan tenda seadanya.

“Sudah hampir tiga tahun kami tinggal di tenda ini. Tidak ada bantuan hunian dari pemerintah sampai sekarang,” ungkap Fitria saat ditemui di lokasi hunian sementara, Rabu (5/11/2025).

Ia menuturkan, sempat ada pihak yang datang menjanjikan bantuan melalui program rumah tidak layak huni (rutilahu). Namun, janji tersebut hingga kini tak kunjung direalisasikan. “Kemarin ada yang datang katanya mau bantu perbaikan rumah, tapi sampai sekarang tidak ada kabarnya lagi,” ujarnya lirih.
 
Hidup di Tengah Cuaca Ekstrem

Kondisi tempat tinggal mereka jauh dari kata layak. Di siang hari, tenda yang mereka huni terasa sangat panas, sementara malam hari menjadi begitu dingin menusuk tulang. Saat hujan turun, keluarga ini terpaksa mengungsi ke rumah orang tua karena tenda tidak mampu menahan air.

“Kalau hujan datang, kami harus pindah, soalnya air masuk dari segala arah,” kata Fitria.

Kondisi ekstrem ini berdampak serius pada kesehatan anak-anak mereka. Dua anaknya sering menderita batuk dan demam akibat paparan cuaca serta serangan nyamuk yang semakin banyak di malam hari.
Trauma yang Tak Kunjung Hilang

Selain penderitaan fisik, keluarga ini juga masih bergelut dengan trauma mendalam akibat gempa. Tinggal di hunian yang rapuh membuat mereka selalu diliputi ketakutan. “Kalau ada gempa susulan, walaupun kecil, kami langsung panik. Rasanya seperti kembali ke hari itu lagi,” tutur Fitria dengan mata berkaca-kaca.
 
Berjuang di Tengah Keterbatasan

Sementara itu, Dadang, sang kepala keluarga, harus bekerja keras sebagai buruh harian di Bekasi demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ia hanya sesekali pulang ke Cianjur karena jarak dan biaya transportasi yang tidak sedikit.

“Bapak kerja jauh, karena di sini susah cari kerjaan. Saya di sini sama anak-anak,” kata Fitria.

Kini, menjelang peringatan tiga tahun bencana gempa Cianjur, kisah keluarga Dadang dan Fitria menjadi pengingat bahwa masih banyak korban yang belum sepenuhnya bangkit. Mereka berharap pemerintah kembali memperhatikan nasib warga yang hingga kini belum memiliki tempat tinggal layak.

“Yang kami harapkan cuma satu, bisa punya rumah yang kuat dan aman. Supaya anak-anak tidak lagi tidur di tenda,” ucap Fitria penuh harap.
×
Berita Terbaru Update