Manajer Humas KAI Daop 2 Bandung, Kuswardojo, mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali jalur Cipatat–Padalarang. Namun, ia menegaskan bahwa kewenangan pelaksanaan reaktivasi sepenuhnya berada di tangan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“KAI sebagai operator siap mengoperasikan jalur tersebut jika reaktivasi telah selesai. Namun hingga kini belum ada detail resmi dari DJKA terkait waktu pelaksanaan,” ujar Kuswardojo kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/10/2025).
Jalur Cipatat–Padalarang memiliki nilai historis yang tinggi karena pernah menjadi bagian dari jalur pertama Jakarta–Bandung, sebelum tergantikan oleh rute baru melalui Cikampek–Purwakarta. Sayangnya, sejak 2013, lintasan ini sudah tidak aktif akibat berbagai tantangan teknis seperti gradien curam dan radius lengkung yang sempit.
Berdasarkan dokumen Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2025, radius lengkung minimum di jalur ini mencapai 150 meter, sedangkan gradien tertinggi berada di petak Padalarang–Tagogapu sebesar 40‰, menjadikannya salah satu lintasan paling menantang di wilayah Daop 2 Bandung.
Meski demikian, antusiasme masyarakat terhadap reaktivasi jalur ini cukup tinggi. Banyak warga menilai keberadaan kereta hingga Padalarang akan mengurangi kemacetan parah di kawasan tersebut. Saat ini, penumpang KA Siliwangi yang berangkat dari Sukabumi hanya bisa turun di Stasiun Cipatat dan harus melanjutkan perjalanan ke Padalarang menggunakan transportasi darat seperti angkot, ojek, atau bus.
Dorongan percepatan reaktivasi juga datang dari pemerintah daerah. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi, khususnya jalur-jalur kereta nonaktif di wilayah Bandung Raya.
“Pemprov Jabar berkomitmen mempercepat pembangunan infrastruktur, khususnya reaktivasi jalur kereta api,” kata Dedi Mulyadi dalam pertemuan dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, Jumat (3/10/2025).
Apabila reaktivasi jalur Sukabumi–Cipatat–Padalarang terealisasi, konektivitas antarwilayah di Jawa Barat bagian selatan akan semakin terbuka. Selain mendukung mobilitas masyarakat, jalur ini juga berpotensi memperkuat sektor pariwisata serta mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang lintasan.
