Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (25/10/2025), ketika sebanyak 2.300 wisatawan asal Cianjur berangkat menuju Pangandaran menggunakan 45 bus untuk berlibur dan melepas penat. Namun, setibanya di lokasi sore hari, sebagian besar wisatawan berhasil mendapatkan penginapan, sementara ratusan lainnya yang datang dengan tiga bus justru tidak mendapat tempat menginap.
Menurut keterangan salah seorang wisatawan, mereka telah menempuh perjalanan selama delapan jam dari Cianjur. Namun setelah tiba di Pangandaran, tidak ada kejelasan dari pihak travel terkait penginapan yang dijanjikan.
“Ratusan rombongan wisatawan asal Cianjur berangkat dengan 3 bus dan menempuh waktu hingga 8 jam. Saat sampai di Pangandaran tidak ada kejelasan dari pihak jasa travel. Setelah diprotes karena berjam-jam menunggu dan situasi pun memanas, akhirnya kedua belah pihak bermusyawarah dengan didampingi pihak kepolisian,” ungkap salah satu peserta rombongan.
Dalam hasil mediasi tersebut, pihak jasa travel berjanji akan mengembalikan uang sebesar Rp9 juta per kelompok rombongan, dengan total Rp24,5 juta, paling lambat pada 10 November 2025. Jika tidak ditepati, wisatawan akan menempuh jalur hukum. Akibat kejadian itu, rombongan yang terlantar akhirnya memilih kembali pulang ke Cianjur pada sore harinya.
Plt Kasi Humas Polres Pangandaran, Iptu Yusdiana, membenarkan adanya peristiwa tersebut. Ia menyebutkan bahwa pihak Polsek Pangandaran berhasil memediasi wisatawan dengan pihak travel untuk mencapai kesepakatan pengembalian dana.
“Beruntung kejadian ini berhasil dimediasi oleh pihak Polsek Pangandaran dan wisatawan yang dirugikan meminta pengembalian uang kepada travel,” ujar Iptu Yusdiana, Senin (27/10/2025).
Sementara itu, Ketua BPC ASITA Pangandaran, Adrian Saputro, menjelaskan bahwa jasa travel yang diduga menelantarkan wisatawan asal Cianjur bukan merupakan anggota ASITA, baik di tingkat daerah maupun provinsi.
“Kami mengimbau agar wisatawan selalu mengecek biro perjalanan yang digunakan. Gunakan biro travel resmi yang terdaftar sebagai anggota ASITA. Untuk memastikannya, wisatawan bisa melihat daftar member di website kami,” kata Adrian.
Adrian menambahkan, seluruh anggota ASITA di Pangandaran sudah melalui proses verifikasi resmi dan memiliki reputasi baik dalam melayani wisatawan. Ia juga menegaskan pentingnya transparansi transaksi dan dokumen perjalanan untuk menghindari kejadian serupa.
“Kasus seperti ini biasanya terjadi karena transaksi dilakukan langsung ke perorangan, bukan melalui penginapan atau biro resmi. Tidak ada surat perjanjian, invoice, maupun izin usaha, sehingga saat muncul masalah tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.
ASITA berharap peristiwa yang menimpa wisatawan Cianjur ini tidak terulang kembali. Selain merugikan wisatawan, kejadian tersebut juga dapat mencoreng citra pariwisata Pangandaran yang selama ini dikenal sebagai destinasi unggulan di Jawa Barat.
“Tentu kami berharap wisatawan lebih selektif memilih biro wisata agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Karena ini bisa menodai reputasi pariwisata Pangandaran,” tutup Adrian.
.jpg)